REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso, mempertanyakan motivasi judicial review (JR) kewenangan Kejaksaan mengusut perkara korupsi. Ia khawatir uji materi ini pesanan dari orang-orang yang terindikasi korupsi.
“Itu haknya, biarkan saja. Cuma, jika terkait pemberantasan korupsi dilakukan judicial review ini juga menurut saya motivasi yang bersangkutan apa, apakah ini pesanan dari para pelaku yang terindikasi korupsi," kata Santoso kepada Republika.co.id, Selasa (6/6).
Dipaparkan Santoso, JR memang hak warga negara. Baik gugatan terhadap UU yang dinilai melanggar hak konstitusional seorang warga maupun komunitas. Temasuk JR terrhadap UU Kejaksaan. “Apakah penggugat menilai Kejagung dalam UU Kejaksaan melampaui kewenangan dan khawatir ada abuse of power,” kata Santoso.
Saat ini, menurut Santoso, semua aparat penegak hukum, mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, berkomitmen melakukan pemberantasan korupsi. Dengan begitu, seharusnya lembaga yang bisa menyelidiki korupsi dikuatkan, bukan malah dikurangi, sehingga tidak ada tindak korupsi yang lolos. “Dengan tiga aparat penegak hukum saja masih ada kasus-kasus korupsi yang lolos,” kata Santoso.
Dengan tiga lembaga yang bisa menyelidiki perkara korupsi, maka semakin banyak yang mengawasi. "Kan begitu, jadi banyak penjaganya, yang sekarang saja ada tiga masih banyak yang menyimpang, apalagi jika itu dikurangi," kata Santoso.
Santoso meyakini, Mahkamah Konstitusi (MK) akan lebih pro terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. "Termasuk, pencegahan yang sekarang dimiliki kewenangan itu oleh kejaksaan," ujar Santoso.
Sebelumnya, sejumlah advokat menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.
Menyatakan Pasal 30 (1) huruf d Kejaksaan bertentangan Pasal 28D (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Juga kewenangan jaksa Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase 'atau kejaksaan' di UU Tipikor.