Rabu 07 Jun 2023 02:07 WIB

Ketua Majelis Hakim di Luar Kota, Sidang Korupsi Sampah di Lampung Rp 6,9 Miliar Ditunda

Terdakwa mengaku akan membongkar seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Agus raharjo
Pengadilan negeri, ilustrasi
Pengadilan negeri, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Sidang perkara korupsi retribusi sampah di Kota Bandar Lampung sebesar Rp 6,925 miliar, yang sedianya berlangsung di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (6/6/2023) ditunda. Tiga terdakwa telah menghadiri sidang perdana tersebut.

“Sidang ditunda Kamis nanti,” kata Hendri Adiyansyah, kuasa hukum terdakwa Haris Fadilah, Selasa (6/6/2023).

Baca Juga

Sidang perdana ini telah menghadirkan tiga terdakwa yakni mantan kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota/DLH Bandar Lampung Sahriwansyah, Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Haris Fadilah, dan pembantu bendahara penerima DLH Hayati. Menurut Hendri, alasan penundaan sidang karena ketua majelis hakim sedang berada di luar kota.

Dia mengatakan, dalam sidang perkara korupsi retribusi sampah tersebut, kliennya, terdakwa Haris Fadilah akan membuka semua pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Terkait dengan retribusi sampah, mulai dari pemungut retribusi, UPT retribusi sampah, sampai yang pejabat yang di atas penanggung jawab retribusi.

Untuk itu, dalam sidang tersebut, ia berencana menghadirkan sedikitnya 90 saksi dalam perkara tersebut. Dengan banyaknya saksi tersebut diharapkan kasus ini terbuka dan terbongkar siapa yang bertanggung jawab.

Kerugian negara atas kasus korupsi yang disangkakan kepada terdakwa bertiga tersebut berdasarkan penghitungan Kejaksaan Tinggi Lampung sebesar Rp 6,925 miliar. Namun, pendapat Kuasa Hukum Terdakwa Haris Fadilah, semuanya masih menunggu keputusan hakim nanti.

Tiga tersangka kasus korupsi retribusi sampah di DLH Kota Bandar Lampung tahun anggaran 2019-2021 telah ditahan pada Selasa (21/3/2023). Seorang tersangka Sahriwansah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 2,69 miliar dari total kerugian Rp 6,925 miliar.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Lampung Hutamrin mengatakan, tersangka Sahriwansah telah mengembalikan uang kerugian negara kepada penyidik sebesar Rp 2,69 miliar. Kejati Lampung juga telah menerima titipan uang kerugian negara dari tersangka Hayati Rp 108 juta, dan dari UPT lainnya Rp 478 juta.

Menurut dia, pihak penyidik telah menerima uang penitipan dari tersangka sebanyak Rp 3,28 miliar. Jadi masih ada sisa yang belum dikembalikan tiga miliar rupiah lebih.

Mengenai modus tiga tersangka dalam kasus korupsi retribusi sampah ini, yakni dengan melakukan penggelembungan anggaran (mark up) dan tidak menyetorkan uang retribusi sampah DLH Bandar Lampung, serta indikasi karcis retribusi sampah palsu. DLH Kota Bandar Lampung dalam perkara tersebut tidak memiliki data induk wajib retribusi sesuai dengan penetapan dari kepala DLH sehingga tidak diketahui potensi pendapatan nyata dari hasil pemungutan retribusi pelayanan persampahan di Kota Bandar Lampung.

Pada pelaksanaan penagihan retribusi sampah dari tahun 2019 hingga  2021 ditemukan perbedaan antara jumlah karcis yang dicetak dengan jumlah karcis yang diporporasi serta karcis yang diserahkan kepada petugas pemungut retribusi.

Selain itu, penyidik menemukan adanya fakta hasil pembayaran retribusi yang dipungut petugas penagih retribusi dari DLH maupun UPT pelayanan persampahan di kecamatan yang tidak disetorkan ke kas daerah dalam waktu 1X24 jam serta adanya penagih retribusi yang tidak memiliki surat tugas resmi. Hasil auditor independen telah ditemukan kerugian negara sebesar Rp 6.925.815.000.

Dari jumlah itu, terdapat beberapa orang yang telah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 586.750.000, sehingga masih tersisa kerugian negara Rp 6.339.065.000.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement