REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan secara wilayah, jangkauan kejaksaan lebih luas dibanding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga akan lebih mudah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, tidak ada alasan yang tepat dari upaya mencabut kewenangan kejaksaan dalam memberantas korupsi.
Fickar melihat perlunya jaksa memiliki kewenangan menyidik kasus tipikor. Sebab, jika hanya KPK yang menyidik kasus korupsi, kewenangannya terbatas. "Saya kira ini sudah cukup ideal karena kemampuan KPK itu terbatas untuk menangani tipikor dibandingkan luasnya Indonesia. Karena itu masih dibutuhkan peran jaksa sebagai penyidik dan penuntut umum tipikor,” kata Fickar, Selasa (6/6/2023).
Berdasarkan Undang-Undang tentang Kejaksaan, kata dia, jaksa berwenang dan bertindak selaku penuntut umum. Di samping itu, jaksa juga bisa bertindak selaku penyidik sekaligus penuntut umum dalam perkara tindak pidana khusus, termasuk tipikor.
Oleh karena itu, sepanjang ketentuan dalam UU Kejaksaan belum dicabut, selain KPK yang berwenang menyidik tipikor, kejaksaan juga mempunyai kewenangan sebagai penyidik tipikor.
Dia menambahkan, tidak ada alasan yang tepat untuk mencabut kewenangan jaksa dalam menyidik perkara tindak pidana korupsi. "Saya kira tidak ada alasan yang tepat untuk mencabut kewenangan jaksa, kecuali penyidik ASN diperkuat sedemikian rupa dengan memberikan independensi yang penuh,” kata Fickar.
Sebelumnya, sejumlah advokat mengajukan judical review atau uji materi sejumlah pasal dan frasa terkait kewenangan jaksa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Mereka menginginkan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dicabut.