REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Garut ikut menyoroti kasus pencabulan yang dilakukan seorang berinisial AS (50 tahun) di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Pasalnya, dalam melakukan aksinya, tersangka bermodus sebagai guru ngaji rumahan di wilayah itu.
Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Kemenag Kabupaten Garut, Muhtarom, mengatakan pihaknya telah melakukan pengecekan terkait tempat tersangka mengajar. Menurut dia, tempat itu tidak memiliki legalitas sebagai lembaga pendidikan.
"Secara legal formal, tersangka tidak menyelenggarakan atau bukan sebagai guru pada sebuah lembaga. Bukan ponpes, madrasah diniyah, juga bukan lembaga pendidikan tahfidz Alquran," kata dia di Polres Garut, Kamis (1/6/2023).
Karena itu, ia lebih memilih untuk menyebut tempat tersangka berkegiatan sebagai homeschooling. Kesehariannya mengajar juga disebut hanya sebagai modus untuk melakukan penyimpangan seksual kepada anak-anak.
"Jadi ini jelas sebuah modus dia menjadi seorang guru," ujar Muhtarom.
Atas adanya kasus itu, ia meminta masyarakat untuk lebih berhati-hati memilih guru. Kantor Kemenag Kabupaten Garut juga akan terus memberikan imbauan kepada masyarakat.
Muhtarom juga berharap masyarakat yang hendak memilihkan tempat mengaji untuk anaknya dapat berkoordinasi dengan Kemenag atau perwakilannya. Sebab, Kemenag memiliki database lembaga pendidikan keagamaan yang bisa disampaikan kepada masyarakat.
"Karena kalau secara kelembagaan, ustaz di lembaga sudah terverifikasi. Ketika mereka mengajukan izin operasional, gurunya terkualifikasi. Jadi sangat jelas keilmuan," kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Garut, Nurodin, mengingatkan masyarakat untuk menguatkan peran lingkungan. Ketika terdapat kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang, lingkungan sekitar harus ikut melakukan pengawasan dan komunikasi.
Selain itu, setiap orang tua juga harus berhati-hati dalam memilih guru atau pembina. Apabila ada kaitannya dengan unsur keagamaan, masyarakat dapat berkomunikasi dengan MUI atau KUA setempat untuk mencari guru atau pembina.
"Jadi betul-betul kita menjamin orang yang mengajar adalah orang-orang yng memiliki kualitas ilmu keagamaan. Kedua dia juga memiliki perilaku yang baik," kata dia.
Sebelumnya, Kepolisian Resor (Polres) Garut mengungkap kasus pencabulan yang dilakukan AS kepada 17 anak. Belasan korban itu seluruhnya adalah anak laki-laki berusia 9-12 tahun.
"Kami tekankan, pelaku bukan tokoh agama. Dia merupakan masyarakat biasa," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Garut, AKP Deni Nurcahyadi.
Ia menjelaskan, pengungkapan kasus itu bermula dari adanya salah satu korban yang melaporkan perbuatan tersangka kepada orang tuanya. Orang tua anak tersebut kemudian mengonfirmasi kepada orang tua lainnya.
"Setelah diklarifikasi, baru orang tua melaporkan kepada polisi terkait perbuatan cabul yang dilakukan oleh guru homeschooling terhadap beberapa orang anak yang diajar," kata dia.
Usai menerima laporan pada 22 Mei 2023, polisi disebut langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan. Alhasil, tersangka AS berhasil ditangkap di rumahnya yang berada di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, pada Jumat (26/5/2023).
Deni mengatakan, polisi telah melakukan pemeriksaan kepada sejumlah korban. Para korban juga telah diminta melakukan visum. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, korban aksi guru tersebut berjumlah 17 orang, yang semuanya adalah anak laki-laki berusia 9-12 tahun.
Ia menjelaskan, tersangka melakukan aksi tersebut dengan modus mengajar di rumahnya. Ketika mengajar, tersangka membujuk rayu anak-anak itu. Selain membujuk, tersangka juga mengancam anak-anak agar mau menuruti kehendaknya.