Kamis 01 Jun 2023 17:28 WIB

Viral Bantahan Kapolda Sulteng Kasus Asusila Terhadap Anak Bukan Pemerkosaan Tuai Kecaman

Kapolda menegaskan kasus di Parigi Moutong melibatkan 11 pelaku sebagai persetubuhan.

Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Pol Agus Nugroho (kanan) saat rilis kasus kejahatan terhadap anak di Mapolda Sulawesi Tengah di Palu, Rabu (31/5/2023).  Polisi mengungkap kasus tindak asusila terhadap anak di bawah umur dan menetapkan 10 tersangka diantaranya oknum guru, seorang kepala desa dan mahasiswa, serta memeriksa satu oknum polisi yang diduga ikut terlibat.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Fergi Nadira, Zainur Mashir Ramadhan, Ali Mansur

Kepolisian Sulawesi Tengah (Sulteng) menolak menyebut kasus asusila terhadap anak RO (15 tahun) sebagai tindak pidana pemerkosaan atau rudapaksa. Kapolda Sulteng Inspektur Jenderal (Irjen) Agus Nugroho menegaskan, kasus yang melibatkan 11 orang sebagai pelaku dan tersangka tersebut, adalah tindak pidana berupa persetubuhan terhadap anak di bawah umur.

Baca Juga

“Kasus tersebut adalah bukan pemerkosaan, ataupun rudapaksa. Saya ingin meluruskan penggunaan istilah ini. Kita tidak menggunakan istilah pemerkosaan dalam kasus ini. Melainkan persetubuhan terhadap anak di bawah umur,” kata Irjen Agus dalam konfrensi pers yang dikutip Republika dari Instagram resmi Bidhumas Polda Sulteng, pada Kamis (1/6/2023). 

Agus menjelaskan mengapa kasus itu bukan pemerkosaan. Menurut dia, tindak pidana pemerkosaan mengacu pada konstruksi Pasal 285 KUH Pidana.

Di dalam pasal tersebut, unsur-unsur pemerkosaan adalah terjadinya persetubuhan paksa di luar pertalian pernikahan. Pun dilakukan karena adanya tindak kekerasan, maupun pengancaman.

“Secara tegas dinyatakan bahwa dalam pemerkosaan adanya sifat konstitutif berupa tindakan kekerasan, ataupun ancaman kekerasan dalam memaksa seorang wanita untuk bersetubuh di luar perkawinan,” ujar Agus.

Akan tetapi dalam kasus yang dialami oleh RO, perempuan 15 tahun itu terjadinya persetubuhan lantaran dasar iming-iming dan janji. Para pelaku persetubuhan anak itu, pun dari hasil penyidikan tak ada yang melakukan pengancaman, ataupun kekerasan.

“Modus operandi yang digunakan bukan dengan kekerasan, atau pengancaman. Melainkan dengan bujuk rayu, tipu daya, iming-iming dan janji, akan diberikan uang, dan sejumlah barang,” terang Agus.

Bahkan dikatakan Agus, ada beberapa pelaku persetubuhan tersebut yang menjanjikan akan menikahi jika RO hamil. Karena kasus tersebut tak masuk dalam tindak pidana pemerkosaan, menurut Agus, tim penyidik Polda Sulteng mengambil jalan penuntasan kasus tersebut dengan mengacu pada Pasal 81 Undang-undang (UU) 35/2014 tentang Perlindungan Anak (PA).

Karena dikatakan Agus, peristiwa persetubuhan yang dialami oleh, terjadi pada saat usianya baru menginjak 15 tahun 7 bulan. Penggunaan sangkaan tersebut, pun dikatakan Irjen Agus lebih mumpuni dalam menghukum pelaku dan tersangka yang saat ini beberapa di antarnya sudah berhasil ditangkap dan ditahan.

Para pelaku

Irjen Agus menjelaskan, kasus yang dialami oleh RO ini terjadi di Desa Sausu, Parigi Moutong. Kasus tersebut dilaporkan pertama kali ke Polres Parigi Moutong, pada 25 Mei 2023.

Kasus tersebut dilaporkan sendiri oleh orang tua RO. Dan penyelidikan, serta penyidikan yang dilakukan oleh Polres Parigi Moutong, saat ini diambil alih oleh Polda Sulteng.

Dalam penyidikan saat ini, ditemukan 11 nama yang terlibat dalam persetubuhan anak RO tersebut. Akan tetapi, kata Agus, 11 pelaku tersebut tak melakukan persetubuhan itu dengan cara serempak.

Menurut Agus, 11 pelaku tersebut adalah HR alias Pak Kades (43 tahun); ARH alias Pak Guru (40); AK (47), AR (26), NT (36), FN (22), K (32), AW, dan AS, HK, serta MKS. Pelaku inisial MKS, diakui Irjen Agus adalah sebagai anggota Polri.

“Namun siapa pun dia, anggota Polri atau tidak, kita akan tindak tegas jika memang terbukti terlibat dalam perkara ini,” ujar Agus.

Dari hasil penyidikan sementara ini terungkap, para pelaku tersebut menyetubuhi RO tidak dengan cara bersama-sama. “Jadi persetubuhan anak ini dilakukan secara berdiri sendiri-sendiri. Dari penyidikan diketahui persetubuhan anak ini terjadi sepanjang 10 bulan, dari April 2022 sampai Januari 2023,” kata Agus menerangkan.

Sementara ini, kata Agus, tim penyidikan sudah melakukan penangkapan terhadap lima pelaku. Mereka di antaranya NT, ARH, AR, AK, dan HR.

Kelima tersangka itu, sudah dalam penahanan di Polda Sulteng. Dari kelima tersangka itu, terungkap NT melalukan persetubuhan dengan anak RO sebanyak dua kali sepanjang Desember 2022-Januari 2023.

Sedangkan tersangka ARH menyetubuhi RO sebanyak enam kali pada April 2022-Januari 2023. Tersangka AR, melakukan persetubuhan dengan RO sebanyak empat kali periode Mei - Desember 2022.

Tersangka AK, melakukan persetubuhan dengan RO empat kali pada Desember 2022-Januari 2023, dan tersangka HR menyetubuhi RO dua kali pada April - Desember 2022. Dari penjelasan para tersangka, dan kesaksian korban anak RO, diketahui ada enam titik lokasi perbuatan persetubuhan itu dilakukan.

Tempat kejadian pertama di rumah tersangka AK. Dan juga sering dilakukan di Kantor Kesekretariatan Desa Sausu. Di Penginapan C, dan di Penginapan S. Persetubuhan itu juga dilakukan di pinggir Sungai Desa Sausu, serta di satu pondok perkebunan di Desa Sausu.

“Semua peristiwa tersebut tempat kejadiannya ada di wilayah hukum Parigi Muotong,” kata Agus menambahkan.

Saat ini, dikatakan Agus, tim penyidik Polda Sulteng terus melanjutkan pengungkapan kasus tersebut. Prioritas utama dikatakan dia, adalah melakukan pencarian, dan penangkapan terhadap enam tersangka, pelaku persetubuhan tersebut. Termasuk dikatakan dia, akan mencari keberadaan salah-satu anggota Polri, yang turut terlibat dalam persetubuhan anak RO tersebut.

 

In Picture: Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak

photo
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement