JAKARTA -- Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menyoroti kasus gang rape atau kekerasan seksual massal yang dilakukan 11 orang terhadap seorang remaja putri berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah. Bahkan, pelaku diduga ada yang berstatus sebagai anggota Brimob inisial HST dan kepala desa berinisial HS.
Arist menegaskan, peristiwa ini merupakan kasus kekerasan seksual yang patut mendapat perhatian serius. Apalagi, dampak kejadian ini terhadap korban begitu parah.
"Perlakuan bejat yang tidak manusiawi itu menyebabkan korban mengalami gangguan reproduksi hingga terancam menjalani operasi angkat rahim," kata Arist dalam keterangannya pada Selasa (30/5/2023).
Arist menyebut, korban saat ini mengalami insersasi akut di rahim dan ada tumor. Sehingga ada kemungkinan korban harus diangkat rahimnya. Korban saat ini mendapat perawatan intensif di rumah sakit di Palu karena mengelukan rasa sakit di bagian perut dan kemaluan korban.
"Kekerasan seksual massal tersebut membuat kesehatan korban begitu terganggu karena kekerasan seksualnya berlangsung lama," ujar Arist.
Atas kejadian tersebut, Komnas PA mendesak Polres Parimo menjerat para pelaku dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, juncto UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 3002 tentang Perlindungan Anak. Adapun ancaman pidananya minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun tahun.
"Bahkan, dapat dihukum seumur hidup," kata Arist.
Selain itu, Komnas PA mendesak Kapolda Sulawesi Tengah untuk memeriksa pelaku di Polda Sulawesi Tengah. Hal ini mengingat salah satu pelakunya diduga merupakan anggota Brimob yang semestinya melakukan perlindungan terhadap anak. Oknum anggota Brimob tersebut, Arist menilai, pantas dicopot dari jabatannya hingga dihukum mati kalau terbukti bersalah di pengadilan.
"Jika oknum Brimob dan kepala desa Parigi terbukti bersalah melakukan serangan seksual secara massal terhadap anak, pelaku dapat dicopot dari jabatannya sebagai polisi dan dapat pula dikenakan hukuman penjara seumur hidup, bahkan hukuman maksimal, yakni hukuman mati," ujar Arist.