Senin 29 May 2023 10:57 WIB

Pengamat: Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK tak Berlaku di Era Firli

MK dinilai terlalu masuk ke legal policy yang jadi kewenangan pembuat UU.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua KPK Firli Bahuri.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Firli Bahuri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- MK dalam putusan 112/PUU-XX/2022 menetapkan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Pertimbangannya, jabatan empat tahun inkonstitusional dan diskriminatif dibanding lembaga independen lain.

Pengamat hukum, Dian Kus Pratiwi menilai putusan MK tidak dapat berlaku untuk pimpinan KPK pada periode saat ini. Sebab, hal ini tekait dengan pemberlakuan asas non-retroaktif, yang mana hukum tidak dapat berlaku surut. Sehingga, pemberlakukan putusan MK dapat dilaksanakan pada periode selanjutnya saat masa periode ini berakhir.

Baca Juga

"Pemberlakuan perpanjangan masa jabatan KPK ke depan juga guna menjaga MK dari pandangan masyarakat terhadap dugaan adanya kepentingan politis dengan pimpinan KPK saat ini," kata Dian, Senin (29/5).

Dosen FH UII ini menuturkan, pengubahan masa jabatan yang semula empat tahun menjadi lima tahun pada substansinya menekankan mengenai penetapan KPK menjadi lembaga eksekutif. Tapi, ia merasa, ini tidak substansial.

Sebab, tidak ada sangkut pautnya antara penetapan KPK menjadi lembaga eksekutif dengan masa jabatan pimpinan KPK. Selain itu, masa jabatan empat tahun pimpinan KPK bukan sesuatu yang inkonstitusional.

Sebagaimana ditegaskan dalam konstitusi Pasal 7 UUD NRI 1945. Presiden dan Wapres memegang jabatan selama lima tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Sehingga, dalam konstitusi yang memiliki masa jabatan lima tahun sejatinya adalah presiden bukan pimpinan KPK," ujar Dian.

Direktur PSHK FH UII itu menilai, MK kurang perhatikan implikasi putusan secara komprehensif. Berkaitan perubahan masa jabatan pimpinan KPK yang merupakan lembaga negara independen terhadap penyelenggaraan negara.

Di antaranya terhadap independensi KPK sebagai lembaga negara independen yang mempunyai fungsi pemberantasan korupsi. Pengaruh terhadap lembaga negara independen lain yang mempunyai masa jabatan pimpinan yang sama.

Ada pula implikasi terhadap positive legislature yakni MK terlalu jauh masuk ke ranah legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang dalam menentukan masa jabatan pimpinan lembaga negara independen.

Saat ini, indeks korupsi masih sangat tinggi, pemberantasan korupsi di Indonesia sangat bermasalah. Keberadaan pimpinan dalam suatu lembaga tentu akan mempengaruhi terkait penyelenggaraan kewenangan lembaga itu.

"Bahkan, pimpinan KPK yang saat ini mempunyai beberapa permasalahan mengenai dugaan pelanggaran kode etik," kata Dian.

Dilihat dari rekam jejak pimpinan KPK saat ini, tidak seharusnya ada perpanjangan masa jabatan berlaku periode ini. Karenanya, pembentuk undang-undang perlu segera melakukan perubahan terhadap UU KPK.

Khususnya, mengenai masa jabatan pimpinan KPK yang semula empat tahun menjadi lima tahun yang dapat diberlakukan pada periode selanjutnya. Dian meminta KPK fokus tugas dan wewenang yang diberikan dalam UU.

"Yakni, melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dan menghindari berbagai penyalahgunaan wewenang," ujar Dian. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement