REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Terkait tindak lanjut dari putusan MK ini, pihak Istana pun enggan memberikan tanggapannya.
"Soal MK silakan tanya kepada dirjen perundang-undangan kumham atau polhukam. Deputi 3 Kemenko Polhukam," kata Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani saat dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (26/5/2023).
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002 jo UU Nomor 19 Tahun 2019 yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan" bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan putusan ini, jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk sepertinya akan terus menjabat hingga tahun depan atau di masa Pemilu 2024.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5/2023).
Hakim MK M Guntur Hamzah setuju masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia. Seperti Komnas HAM, KY, KPU, yaitu lima tahun.
MK berpendapat pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menduga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merestui perpanjangan jabatan pimpinan KPK saat ini sarat kaitannya dengan Pilpres 2024. Ia menyinyalir KPK akan dijadikan alat mencegah lawan politik.
Denny mengamati kasus dugaan korupsi yang tengah diusut KPK berpotensi menyasar peserta Pemilu 2024.
"Kenapa perubahan masa jabatan menjadi lima tahun itu adalah bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024? Karena, ada kasus-kasus di KPK yang perlu 'dikawal', agar tidak menyasar kawan koalisi, dan diatur dapat menjerat lawan oposisi Pilpres 2024," kata Denny, Kamis (25/5/2023).
Denny menyebut, strategi menjadikan KPK bagian merangkul kawan sekaligus memukul lawan berpotensi berantakan kalau proses seleksi pimpinan baru tetap berjalan. Merujuk aturan lama, seleksi pimpinan KPK mesti dilakukan lagi pada Desember 2023. Namun, putusan MK membuat seleksi itu tak perlu dilakukan lagi.
"Akan lebih aman jika pimpinan KPK yang sekarang diperpanjang hingga selesainya Pilpres pada 2024," ujar Denny.
Atas kondisi ini, Denny menyatakan penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan strategi pemenangan pemilu, khususnya Pilpres 2024. Sementara itu, sebelumnya Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengungkapkan, pemerintah saat ini tengah melakukan finalisasi pembentukan panitia seleksi (pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sesuai UU KPK, masa jabatan pimpinan KPK, yakni selama empat tahun.
"Pada saat ini pemerintah sedang memfinalisasi pansel KPK. Jadi, sesuai UU KPK itu masa jabatan pimpinan KPK adalah empat tahun," kata Pratikno dalam keterangannya melalui video, Rabu (24/5/2023).
Artinya, kata dia, masa jabatan pimpinan KPK saat ini, yakni Firli Bahuri dkk akan berakhir pada 20 Desember 2023 mendatang. Pratikno berharap, pansel KPK yang dibentuk ini bisa mulai bekerja sebelum pertengahan Juni 2023. Sehingga pansel KPK masih memiliki waktu enam bulan untuk melakukan proses seleksi.
Namun, setelah adanya putusan MK, hingga kini belum ada tanggapan dari Kemensesneg terkait tindak lanjut pembentukan pansel KPK.