Kamis 25 May 2023 22:27 WIB

Viral Kasus-Kasus KDRT, Puan Pertanyakan Peran Pemerintah

Puan minta aparat penegak hukum melakukan respons cepat penindakan para pelaku.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Lida Puspaningtyas
Tangkapan layar pengaduan akun @dinidyana ke akun Gibran Rakabuming tentang KDRT dosen di kampus UNS.
Foto: istimewa/tangkapan layar
Tangkapan layar pengaduan akun @dinidyana ke akun Gibran Rakabuming tentang KDRT dosen di kampus UNS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan, Indonesia dalam status darurat kekerasan rumah tangga (KDRT). Ketua DPR Puan Maharani meminta aparat penegak hukum melakukan respons cepat penindakan terhadap para pelaku KDRT.

Politikus dari PDI Perjuangan itu juga meminta pemerintah untuk ambil peran dalam memberikan perhatian khusus dengan penguatan regulasi untuk mengantisipasi peningkatan kasus-kasus KDRT di Tanah Air. Penguatan regulasi tersebut, dikatakan Puan, terutama untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan, yang selama ini menjadi kelompok rentan korban KDRT.

Baca Juga

“Kasus-kasus KDRT di Indonesia ini sudah darurat. Diperlukan tindakan yang tegas dan adil dari aparat penegak hukum terhapat penanganan kasus-kasus KDRT ini,” begitu kata Puan dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Pernyataan Puan tersebut sebetulnya merupakan respons atas masifnya kasus-kasus KDRT yang terungkap belakangan dan memosisikan perempuan sebagai korban. Mantan menteri koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan (menko PMK) itu memberikan sedikitnya empat contoh kasus KDRT yang marak terungkap baru-baru ini.

Seperti dikatakan dia, peristiwa ironis KDRT yang diduga dilakukan oleh anggota DPR inisial BY terhadap istri keduanya, inisial M.

“Di mana mantan anggota DPR RI itu diduga melakukan penganiayaan berat terhadap istri keduanya yang sedang hamil hingga mengalami pendarahan,” begitu kata Puan.

Kasus KDRT lainnya, dikatakan Puan, juga terjadi di Solo, Jawa Tengah (Jateng), yaitu kasus kekerasan rumah tangga yang dilakukan oleh seorang dosen di universitas negeri.

“Dosen tersebut diduga menjepit istrinya dengan pintu saat berada di kampus,” kata Puan.

Catatan kasus lainnya, pun juga terjadi di Depok, Jawa Barat (Jabar), yaitu kasus yang terungkap dari media sosial, terkait seorang istri yang dianiaya oleh suaminya dengan cara yang di luar kemanusian.

“Perempuan itu dianiaya dengan cara disiram dengan bon (bubuk) cabai, lalu kepalanya dibenturkan ke dinding, sampai rambutnya dijambak-jambak,” ujar Puan.

Dalam kasus tersebut, Puan mengkritisi kebijakan kepolisian yang malah menjadikan sang istri sebagai tersangka setelah melakukan pelaporan KDRT yang dialaminya ke Polres Depok. Status tersangka itu dilakukan setelah si pelaku KDRT, sang suami, melaporkan balik sang istri atas peristiwa kekerasan tersebut.

“Kasus seperti ini menjadi preseden buruk karena kurangnya kepekaan terhadap perlindungan perempuan,” kata Puan.

Puan melanjutkan, contoh kasus-kasus tersebut memperlihatkan lemahnya perlindungan terhadap kelompok rentan sasaran dalam KDRT. Pun menurut Puan, contoh kasus-kasus tersebut merupakan gambaran terkait tak adanya perhatian khusus pemerintah dalam memberikan perhatian khusus dalam penanganan kasus-kasus KDRT.

Padahal, dikatakan Puan, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), tingkat KDRT di Indonesia masif di angka 3.173 kasus per Januari 2022 sampai Februari 2023. Versi Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, kata Puan, lebih mengerikan lagi.

Karena mengacu data dari lembaga khusus perempuan tersebut, tercatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk KDRT sepanjang 2022 lalu. Puan mengaku miris hati melihat tingginya angka kekerasan terhadap perempuan tersebut, dan KDRT yang dialami.

Semakin miris dikatakan dia, dari ribuan, bahkan ratusan ribu kasus yang terlaporkan tersebut, tak ada wujud keseriusan penegak hukum, dan pemerintah dalam memberikan keadilan.

“Banyak korban merasa tidak direspons serius saat melaporkan peristiwa KDRT yang dialaminya. Dan tidak sedikit juga yang justru malah menjadikan korban sebagai tersangka,” kata Puan.

Puan mempertanyakan respons pemerintah dan aparat penegak hukum dalam masalah KDRT ini.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement