REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Adib Khumaidi mengungkap sejumlah alasan keengganan dokter bekerja di wilayah pedesaan dan terpencil. Hal itu berdampak pada layanan kesehatan yang belum merata di Indonesia.
"Tidak meratanya dokter dan dokter spesialis di daerah, problemnya bukan masalah dokternya. Masalahnya ada di alat kerja yang kadang-kadang tidak tersedia," kata Adib dalam Seminar Nasional BPJS Watch bertajuk "RUU Kesehatan - Siapa Yang Diuntungkan?" diikuti dalam jaringan (daring) di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Adib mengatakan, sarana dan prasarana fasilitas layanan kesehatan di daerah pedesaan dan terpencil masih sangat terbatas. Kondisi tersebut juga dipengaruhi dengan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung di wilayah kerja yang belum ideal.
Adib mencontohkan, seorang dokter bedah yang berniat mengabdi di Pandeglang, Banten, tetapi tempatnya bekerja tidak menyediakan alat bedah. Tapi, dengan dedikasi tinggi, ia tetap bekerja hingga beberapa tahun kemudian disediakan alat.
Alasan berikutnya terkait insentif dan jenjang karier yang masih perlu diperbaiki. Salah satunya berkaitan dengan tunjangan jabatan dan fungsional yang masih beragam antargolongan bidan dan perawat yang lebih tinggi dari dokter dan dokter spesialis.
Adib yang kini berpraktik di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, mengatakan sejumlah dokter yang bekerja daerah terpencil juga dihinggapi masalah sosial dan kualitas pendidikan.
"Ada sejumlah dokter di wilayah yang memilih untuk bekerja sampai anaknya menyelesaikan jenjang pendidikan SMP, sebab kalau ia bekerja sampai anaknya menamatkan SMA di daerah terpencil, anaknya tidak mampu bersaing," katanya.