Jumat 19 May 2023 21:47 WIB

Polda Bali: Tersangka Dokter Gigi Buka Praktik Aborsi tak Masuk PDGI

Tersangka pernah dua kali menjalani hukuman sebagai narapidana praktik aborsi ilegal.

Aborsi(ilustrasi). Polda Bali menyatakan tersangka dokter gigi I Ketut Arik Wiantara (53) yang diduga membuka praktik aborsi ilegal tidak terdaftar sebagai anggota organisasi profesi Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Aborsi(ilustrasi). Polda Bali menyatakan tersangka dokter gigi I Ketut Arik Wiantara (53) yang diduga membuka praktik aborsi ilegal tidak terdaftar sebagai anggota organisasi profesi Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Polda Bali menyatakan tersangka dokter gigi I Ketut Arik Wiantara (53) yang diduga membuka praktik aborsi ilegal tidak terdaftar sebagai anggota organisasi profesi Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

Kepala Sub Direktorat V Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Nanang Prihasmokodi Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (19/5/2023), mengatakan penyidik DitreskrimsusPolda Bali telahberkoordinasi dengan organisasi profesi dokter gigi PDGI di Bali.

Baca Juga

"Setelah kami koordinasikan dengan Persatuan Dokter Gigi Indonesia, mereka menyampaikan bahwa dokter Arik ini memang lulusan dokter gigi di salah satu universitas dan mempunyai gelar tersebut," kata Nanang.

Namun, lanjutnya, Arik tidak memenuhi persyaratan untuk bergabung denganPDGI dan tidakmengurus surat tanda registrasi sebagai dokter, sehingga dia tidak dianggap sebagai bagian darikomunitas profesi dokter gigi di Indonesia.

"PDGI wilayah Bali sudah mengeluarkan pernyataan sikap bahwa dokter Arik memang dokter gigi di wilayah Bali akan tetapitidak masuk PDGI karena tidak tercatat di registrasi,"kata Nanang.

Dia menambahkan berdasarkan keterangan yang diperoleh penyidik, tersangka tidak menempuh pendidikan lain selain dokter gigi, apalagi sebagai dokter kandungan maupun dokter bedah.

Pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan tersangka Arikdalam melakukan praktik aborsi ilegal itu merupakan hasil pembelajarannya secara autodidak dari internet.

Setelah mengetahui teknik aborsi bagi wanita hamil, tersangka Arik pun langsung membuka praktik ilegal itu di rumahnya di Gang Bajangan, Jalan Raya Padang Luwih, Kelurahan Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Arik pun pernah dua kali menjalani hukuman sebagai narapidana praktik aborsi ilegal pada 2006 dan 2009.

Pada tahun 2006, Arik ditangkap polisi dan divonis penjara selama 2,5 tahun berdasarkan vonis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Setelah bebas, Arikkembali melakukan tindakan kejahatan serupa sehingga dia ditangkap untuk kedua kalinya pada 2009 dan dipenjara selama enam tahun.

Menurut keterangan tersangka Arik kepada polisi, Nanang mengatakansebenarnya dokter gigi itu tidak ingin kembali melakukan praktik aborsi ilegal.

Namun, Arik beralasan ada banyak permintaan dari pasien yang rata-rata masih berusia sekolah, sehingga dia tergoda untukkembali melakukan tindak kejahatan itu. "Dalam hal aborsi, sebenarnya setelah dua kali ia ditangkap, yang ketiga ini sebenarnya dia sudah tidak mau;tetapi banyak yang memaksa dari orang-orang tersebut untuk melakukan aborsi, kemudian dia membantu anak-anak yang masih muda, makanya dilakukan aborsi," jelas Nanang.

Sejak tahun 2020 sampai 2023, tersangka Arik mengaku telah melakukan aborsi ilegal terhadap 20 wanita. Sebelumnya, DitreskrimsusPolda Bali menemukan 1.338 daftar nama pasien yang tercatat dalam buku kunjungan konsultasi kepada Arik.

"Kami menemukan di buku registrasi itu ada 1.388 daftar nama, terdiri ataslaki-laki dan perempuan. Kami cross cheque (cek silang) kepada tersangka bahwa itu ada pasien khusus jerawat, kemudian ada yang konsultasi saja, ada yang panas dingin, dia bantu kontrol,"kata Nanang.

Namun demikian, penyidik terus menggali informasi dari pelaku dan melakukan penelusuran terkait identitas pasien yang terdaftar dalam buku registrasitersebut. Setelah ditelusuri, penyidik menemukan bahwa banyak nama tidak dapat ditemukan karena identitas yang tercantum dalam buku tersebut tidak sesuai KTP.

"Nama-nama itu kebanyakan inisial, bukan asli, sehingga tidak sesuai KTP. Itu yang jadihambatan," ujar Nanang.

Tantangan lain yang dihadapi penyidik dalam mengembangkan kasus tersebut ialahtersangka Arik tidak mau terbuka menyampaikan keterangan tentang praktik ilegal tersebut.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement