Selasa 23 May 2023 15:29 WIB

Bareskrim Polri Ambil Alih Kasus KDRT Anggota DPR Fraksi PKS Terhadap Istri Siri

M menikah secara siri dengan BY pada Februari 2022 atas persetujuan istri pertama.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan keterangan terkait penetapan tersangka kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana bantuan kompensasi dari Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta, Senin (25/7/2022). Bareskrim Polri secara resmi menetapkan empat orang petinggi ACT yaitu A, IK, HH dan NIA sebagai tersangka penggelapan dana tersebut.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan keterangan terkait penetapan tersangka kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana bantuan kompensasi dari Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta, Senin (25/7/2022). Bareskrim Polri secara resmi menetapkan empat orang petinggi ACT yaitu A, IK, HH dan NIA sebagai tersangka penggelapan dana tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bareskrim Polri mengaku telah mengambil alih penanganan kasus dugaan kekerasan rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan anggota Komisi VIII DPR berinisial BY terhadap perempuan berinisial M. Pelapor disebut sebagai istri kedua dari BY yang juga politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Kepala Biro Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan mengatakan, tim penyidik Bareskrim Polri akan melanjutkan penanganan kasus ini. Sebelumnya, kasus dugaan KDRT ini ditangani oleh Polresta Bandung, Polda Jawa Barat (Jabar).

Baca Juga

Ramadhan mengatakan, Bareskrim Polri sudah menerima semua berkas penyelidikan kasus tersebut pada Senin (22/5/2023). “Saat ini, berkas perkara mengenai perkara tersebut masih dipelajari oleh penyidik di Unit PPA Subdit V Bareskrim Polri,” ujar Ramadhan, Selasa (23/5/2023).

Ramadhan menambahkan, dari berkas yang diterima tim penyidik Bareskrim Polri, kepolisian di Bandung sebelumnya hanya menyertakan perkara tersebut terkait dengan Pasal 352 KUH Pidana menyangkut tindak pidana penganiayaan ringan.

M adalah perempuan 30 tahun. Ia merupakan istri kedua dari BY.

Istri pertama BY, berinisial RDK. M menikah secara siri dengan BY pada Februari 2022, atas persetujuan RDK. Keduanya menikah di Bogor, Jawa Barat. Namu,n sepanjang pernikahan, M diduga mendapatkan perlakuan tak manusiawi dari BY. BY dikatakan kerap melakukan penyimpangan seksual.

BY dituduh melakukan penganiayaan berat terhadap M. Anggota tim pendampingan hukum terhadap M, Ellywati Suzanna Saragih, kepada Republika.co.id, pada Ahad (21/5/2023) menyampaikan, kasus kliennya sudah tujuh bulan mangkrak di dua institusi kepolisian.

Laporan awal kasus ini, kata dia, dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) ke Polresta Bandung, Jabar, pada November 2022. Namun, belakangan, kata Elly, tim penasihat hukum perempuan anak (PPA) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) turut andil melakukan pendampingan hukum dan meminta kasus tersebut diambil alih Bareskrim Polri.

“Tetapi, penanganannya juga tidak berjalan. Sudah lebih dari tujuh bulan kasus ini tidak ke pengadilan tanpa ada alasan hukum yang jelas,” ujar Elly.

Pada Januari 2023, kata Elly, timnya meminta LPSK turun tangan memberikan perlindungan terhadap saksi-korban M. Dan sampai saat ini, LPSK menyetujui untuk melakukan pengawalan melekat terhadap fisik dan pendampingan psikologis terhadap M. Ketua Advokasi terhadap M, Srimiguna mengatakan, dugaan KDRT yang dilakukan BY terjadi beberapa kali selama 2022. Puncak peristiwa terjadi November 2022.

"Selama berumah tangga kurun waktu 2022, BY kerap melakukan dugaan KDRT, di antaranya dengan menonjok berkali-kali ke tubuh korban dengan tangan kosong, menampar pipi dan bibir, menggigit tangan, mencekik leher, membanting, dan menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil," kata Srimiguna lewat keterangannya, Senin (22/5/2023).

"Akibat perbuatan itu, korban mengalami pendarahan. Bahkan, BY pernah melakukan KDRT dengan memukul korban menggunakan kursi hingga babak belur. Dan membekap wajah korban dengan bantal hingga korban kesulitan bernapas," ujar Srimiguna menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement