Senin 22 May 2023 18:29 WIB

Mahkamah Agung Gandeng Pos Indonesia Kiriman Dokumen Surat Tercatat Peradilan

Kerja sama juga mencakup layanan pick up service dan reporting atau dashboard.

MA menggandeng Pos Indonesia untuk penanganan kiriman dokumen surat tercatat dari semua instansi peradilan di bawah MA melalui jaringan Pos di seluruh Indonesia.
Foto: Istimewa
MA menggandeng Pos Indonesia untuk penanganan kiriman dokumen surat tercatat dari semua instansi peradilan di bawah MA melalui jaringan Pos di seluruh Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menggandeng Pos Indonesia untuk penanganan kiriman dokumen surat tercatat dari semua instansi peradilan di bawah MA melalui jaringan Kantor Pos di seluruh Indonesia. Kesepakatan tersebut ditandai dengan dilakukannya penandatanganan kerja sama antara Mahkamah Agung dengan Pos Indonesia di Pointlab CoWorking Space Pos Indonesia, Jakarta, Senin (22/5/2023). 

Hadir melakukan penandatanganan kerja sama Direktur Bisnis Kurir & Logistik Pos Indonesia Siti Choiriana dengan Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Sobandi.

Melalui kerja sama ini, MA menyepakati penggunaan jasa ekspedisi Pos Indonesia untuk pengiriman dokumen surat tercatat, seperti surat panggilan sidang dan surat isi putusan pengadilan. Kerja sama ini berlaku di seluruh Indonesia bagi semua instansi peradilan di bawah MA dengan Kantor Pos padanan, yaitu Kantor Pos yang setara tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Menurut Siti Choiriana atau akrab disapa Ana, melalui kerja sama ini, nantinya MA akan memanfaatkan jasa kiriman Pos Indonesia seperti Pos Sameday, Pos Nextday, dan Pos Reguler yang saat ini telah tersedia di kabupaten kota dan provinsi di Indonesia.

"Kerja sama tersebut juga mencakup layanan pick up service dan reporting atau dashboard. Melalui layanan reporting atau dashboard ini, customer bisa melakukan tracking untuk mengetahui posisi terkini surat yang dikirimkan," ujar Ana.

Ana mengatakan, kerja sama ini menjadi bukti kepercayaan Mahkamah Agung kepada Pos Indonesia untuk menangani kiriman dokumen. Dokumen tersebut memiliki tingkat informasi yang sangat penting sehingga perlu dipastikan ketepatan proses kiriman dilakukan sesuai jadwal.

"Kami Pos Indonesia memiliki tiga layanan yang mampu mengover semua kebutuhan kiriman pelanggan. Pos Sameday, misalnya, layanan yang menjamin kiriman sampai di hari yang sama. Juga layanan Pos Nextday dengan jaminan sampai keesokan harinya," katanya.

Ana mengatakan, kerja sama ini juga bentuk dukungan Pos Indonesia terhadap penyelenggara negara dalam melakukan aktivitasnya. Pos Indonesia sebagai BUMN ekspedisi memiliki tanggung jawab mendukung lancarnya kegiatan pemerintahan, dalam hal ini pada bidang hukum.

"Tidak hanya dengan MA, kami, Pos Indonesia, juga menjalin kerja sama dengan instansi pemerintahan lainnya. Ini menjadi bukti kepercayaan mereka atas layanan kiriman yang kami miliki," beber dia.

Saat ini, lanjut Ana, Pos Indonesia memiliki jaringan yang cukup luas baik secara nasional atau internasional. Di Indonesia, Pos Indonesia memiliki 42 kantor cabang utama, 168 kantor cabang, dan 4.308 kantor cabang pembantu. Pos Indonesia juga didukung lebih dari 42.758 jaringan PosAja! Drop Point, 12.064 agen pos, serta ribuan O-Ranger.

Pos Indonesia juga menjadi bagian dari anggota Universal Postal Union (UPU) yang terhubung dengan 228 negara di dunia. Jaringan ini akan memudahkan pelanggan melakukan kiriman ke berbagai belahan dunia tanpa kendala.

Sementara itu, layanan Pos Sameday, Pos Nextday, dan Pos Reguler dapat diakses masyarakat dengan mudah melalui aplikasi PosAja! Pelanggan tinggal mengakses layanan tersebut melalui ponsel serta melakukan pemesanan dan pengiriman tanpa harus ke Kantor Pos. Paket yang dikirim nantinya akan di pick up oleh O-Ranger untuk didistribusikan sesuai alamat tujuan.

Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Sobandi mengatakan, kerja sama ini penting dilakukan karena di penghujung tahun 2022 telah diundangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6, 7, dan 8 yang semuanya mengatur tentang modernisasi administrasi perkara dan persidangan.

"Salah satu hal yang baru dari peraturan tersebut adalah pemberlakuan mekanisme surat tercatat dalam penyampaian panggilan dan pemberitahuan," kata dia.

Menurut dia, sejak 2018, Mahkamah Agung telah memulai langkah untuk melakukan modernisasi administrasi perkara. Pada tahap awal, elektronisasi dilakukan hanya pada tahapan pendaftaran perkara, pembayaran, dan pemanggilan. Pada tahun-tahun selanjutnya hingga saat ini, modernisasi dilakukan secara menyeluruh, salah satunya dengan berlakunya e-litigation atau persidangan elektronik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement