REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Wawan Mas'udi memprediksi politik identitas masih akan dipakai sebagai strategi pada Pemilu 2024. Menurutnya penggunaan politik identitas menjadi sangat kritikal, terlebih dalam pemilu yang mengharuskan pertarungan melalui dua putaran dan hanya memertemukan dua calon presiden.
Meraih suara 50 persen plus 1 menurutnya menjadi sebuah legitimasi bagi sebuah kandidat untuk memenangkan kontestasi. "Jangankan satu dua persen, satu suara saja itu akan jadi penentu kemenangan atau tidak. Oleh karena itu saya melihat politik identitas nampaknya masih akan dipakai sebuah skenario atau strategi," kata Wawan dalam diskusi bertajuk 'apakah politik identitas masih relevan dalam kampanye Pemilu 2024 di media sosial?' di Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (11/5/2023).
Namun demikian digunakan atau tidaknya politik identitas tersebut tergantung pada perkembangan yang ada. Ia meyakini semua calon presiden akan menyiapkan strategi politik identitas.
"Saya yakin semua politisi, semua calon presiden di Indonesia, itu menyiapkan strateginya tuh mulai dari strategi malaikat sampai strategi setan. Ini dipakai semua," ujarnya.
Berdasarkan riset yang pernah ia lakukan saat pilkada di salah satu kabupaten di DIY pada 2017 lalu, Wawan mengungkapkan, selain strategi program, semua calon kepala daerah ketika itu telah menyiapkan strategi politik uang. Ketika calon tersebut sudah memastikan kemenangan maka tim sukses calon tersebut tidak menerapkan strategi politik uang.
"Sama persis nanti tahun 2024 saya yakin semua calon menyiapkan semua strategi ini tadi. Strategi programatiknya akan disiapkan, di depan publik harus kelihatan baik dong jangan identitas dulu toh. Program saya akan seperti ini, Indonesia seperti ini, infrastruktur seperti ini, energi baru seperti ini, krisis iklim seperti ini, itu udah pasti. Nanti tinggal dilihat apakah perkembangannya strategi program ini akan cukup memberi keyakinan politik atau tidak," tegasnya.
"Mereka pasti akan menyasar massa tertentu yang memang akan sangat teryakinkan jika politik identitas ini yang kemudian dieksploitasi," kata Wawan menambahkan.
Sepakat dengan Wawan, Strategy Officer Provetic, Shafiq Pontoh menilai kandidat capres akan menyiapkan politik identitas apabila dibutuhkan. Namun menurutnya strategi tersebut belum bisa dipastikan akan digunakan atau tidak.
Menurutnya isu politik identitas saat ini tidak lagi laku di masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya perubahan perilaku konsumsi informasi dari pre-covid dan post-covid.
"Post covid orang-orang sudah sangat-sangat melek digital, mau nggak mau dua tahun lebih itu dipaksa untuk memanfaatkan teknologi ini, sehingga terbentuklah generasi search, mereka yang mencari informasi, nggak bisa lagi dicekokin atau didoktrin," ujarnya.
"Silakan kalau mau mengusung politik identitas berarti memang sudah pengen berada di ceruk yang nggak laku aja," tegasnya.