Kamis 11 May 2023 09:59 WIB

Pengamat: Persaingan Pilres Ketat, Cawapres Jadi Penentu

Elektabilitas Ganjar, Prabowo, dan Anies masih bisa saling salip.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Teguh Firmansyah
Ceo & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Foto: Dok.Republika
Ceo & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, calon wakil presiden (cawapres) menjadi variabel paling menentukan dalam Pilpres 2024 mendatang.

Hal ini karena selisih elektabilitas yang tipis antara nama tiga tokoh yang digadang-gadang akan maju Pilpres yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, sehingga membuat posisi cawapres  menjadi kunci pemenangan pemilu mendatang.

Baca Juga

Pangi melanjutkan, saat ini tdak ada capres yang leading jauh di atas angka 30 persen, dengan salip menyalip antara Prabowo, Ganjar, dan Anies. Karena itu, koalisi partai politik maupun capres harus memastikan posisi cawapres mampu mengenjot elektabilitas capresnya.

"Dengan kata lain, cawapres berfungsi sebagai doping politik, salah mengandeng cawapres bisa menjadi blunder yang mematikan langkah politik capres," kata Pangi dalam keterangan yang diterima wartawan, Kamis (11/5/2023).

Karenanya, Pangi tak heran jika parpol koalisi sengaja menyimpan nama cawapres dan tidak akan mau terburu buru mengumumkan cawapresnya. Saat mengunci nama cawapres, kata Pangi, sosok tersebut harus dipastikan kontributif terhadap capresnya dan menjadi bagian dari desain adu strategi politik. 

"Kenapa penting parpol koalisi meracik cawapres ideal potensial pendamping capres, sebab kalau salah maka bisa bunuh diri politik. Keliru dan salah mengandeng cawapres berpotensi mengerus elektabilitas capresnya," ujarnya.

Dalam situasi ini, kata Pangi, jika capres memilih cawapres yang tidak tepat, bisa jadi perolehan suara tidak akan mengalami peningkatan yang signifikan. Selain itu, bisa saja tidak terjadi tren pertumbuhan elektoral secara signifikan dengan dua model yakni cawapres  yang berhasil mentracing capres sehingga mendapatkan tambahan yang kontributif mengenjot elektabilitas capresnya atau justru dukungan modal elektoral yang sudah ada pada capres malah kian tergerus.

Pangi menyebutkan, setidaknya terdapat tiga kriteria penting dalam penentuan cawapres, yaitu pertama; modal elektabilitas atau racikan elektoral, Kedua; dukungan partai politik. "Serta Ketiga; ketersedian isi tas atau modal logistik kampanye. Sebab biaya pilpres high cost," ujarnya.

Dia juga menilai pentingnya cawapres mendapat dukungan partai politik. Karena itu, memilih calon wakil presiden yang berasal dari partai politik yang memiliki basis dukungan yang kuat dapat membantu pasangan calon presiden memperoleh suara dari basis partai tersebut.

Begitu juga untuk cawapres yang memiliki pengaruh politik yang kuat dan  berasal dari daerah yang memiliki potensi elektoral besar dapat memberikan keuntungan bagi pasangan calon presiden. Hal ini karena calon wakil presiden yang berasal dari daerah tersebut memiliki kecenderungan untuk mendapatkan dukungan dan memperluas dari basis pemilih di wilayah tersebut.

"Cawapres yang memiliki basis elektoral yang kuat atau memiliki jaringan politik yang luas dapat membantu pasangan calon untuk memenangkan dukungan dari partai politik atau koalisi politik yang sebelumnya tidak mendukung yang pada akhirnya akan mempengaruhi format koalisi dan partai partai politik yang tergabung dalam koalisi untuk membentuk koalisi yang stabil dan solid," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement