REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset mengatur tentang perampasan aset milik pelaku tindak pidana yang berada di luar negeri.
"Undang-undang ini mencoba untuk mengatur berbagai kendala (perampasan aset di luar negeri)," kata Edward dalam diskusi publik "Akselerasi Reformasi Hukum dengan Penyusunan UU Perampasan Aset" seperti dipantau dari Jakarta, Rabu.
Dia memaparkan bahwa aset yang berada di luar negeri menjadi salah satu kendala dalam perampasan aset dalam suatu kasus tindak pidana.
Sering kali, menurut dia, perampasan aset yang berada di luar negeri terbentur dengan prinsip timbal balik (reciprocal), perbedaan hukum, hingga berbagai perjanjian internasional antarnegara.
Oleh karena itu, dengan adanya RUU Perampasan Aset, berbagai kendala terkait perampasan aset di luar negeri dapat teratasi. "Perampasan aset yang berada di dalam negeri itu jauh lebih mudah bila dibandingkan dengan aset yang ada di luar negeri," kata Edward.
Selain mengatur tentang perampasan aset di luar negeri, RUU Perampasan Aset juga mengatur tentang penelusuran aset, pemblokiran, penyitaan, perampasan, hingga pengelolaan aset.
"Yang baru itu, kami membuat hukum acara dari perampasan aset, mulai dari penelusuran aset, pemblokiran, penyitaan, perampasan, sampai pada pengelolaan aset. Ini yang kemudian kami atur," katanya menjelaskan.
Dalam kesempatan tersebut, dia menegaskan komitmen Pemerintah untuk segera menuntaskan RUU Perampasan Aset, yang drafnya telah diserahkan pemerintah ke DPR. "Presiden (Jokowi) berulang kali dalam pidatonya itu, sejak dua tahun yang lalu, meminta RUU ini segera dibahas dan disahkan. Artinya, tidak ada keraguan bagi kita bersama dari sisi political will pemerintah," ucapnya.
Sebelumnya, Senin (8/5), Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengatakan bahwa Surat Presiden soal RUU Perampasan Aset Tindak Pidana telah diterima DPR pada Kamis (4/5).