Senin 01 May 2023 23:02 WIB

Komnas HAM Keluarkan Rekomendasi Terkait Nasib Buruh

Rekomendasi dikeluarkan Komnas HAM memperingati Hari Buruh Internasional.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Para buruh dari Aliansi Buruh Bandung Raya dan mahasiswa menggelar aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di kawasan Cikapayang, Jl Ir H Djuanda, Kota Bandung, Senin (1/5/2023). Aksi tersebut di antaranya menuntut dicabutnya Omnibus Law UU Cipta Kerja dan upah layak.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Para buruh dari Aliansi Buruh Bandung Raya dan mahasiswa menggelar aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di kawasan Cikapayang, Jl Ir H Djuanda, Kota Bandung, Senin (1/5/2023). Aksi tersebut di antaranya menuntut dicabutnya Omnibus Law UU Cipta Kerja dan upah layak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan poin-poin rekomendasi menyangkut nasib buruh di Indonesia. Rekomendasi ini menyusul peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang jatuh tiap 1 Mei. 

Pertama, Komnas HAM merekomendasikan Kementerian Ketenagakerjaan dan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan standar HAM dalam memenuhi hak asasi pekerja. Kedua, Pemerintah diminta memastikan iklim usaha dan lingkungan kerja yang lebih aman dan sehat bagi pekerja.

Baca Juga

"Ketiga, Pemerintah memaksimalkan penyerapan tenaga kerja dan pembukaan lapangan kerja baru sebagai upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi dimana banyaknya kasus PHK pekerja," kata Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya pada Senin (1/5/2023). 

Keempat, Komnas HAM mendorong Pemerintah mengambil langkah-langkah mitigasi penanganan resiko dan dampak diberlakukannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atas potensi terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja. Kelima, Komnas HAM menyinggung supaya korporasi menerapkan prinsip Business and Human Rights untuk menghormati HAM pekerja.

"Keenam, mendorong pemerintah menjamin hak atas kebebasan berserikat bagi pekerja dan pekerja migran; menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap pengurus dan anggota serikat pekerja yang memperjuangkan hak-hak normatifnya dan mengupayakan pendekatan restorative justice," ujar Uli. 

Selanjutnya, Komnas HAM memantau kuota 2 persen tenaga kerja disabilitas di sektor BUMN masih terdapat penolakan dan penempatan yang tidak semestinya. Sementara untuk kuota 1 persen di sektor swasta pun kurang optimal dikarenakan Unit Layanan Disabilitas Bidang  ketenagakerjaan yang dibentuk Kemenaker belum melakukan optimalisasi penyadaran kepada korporasi terkait kewajiban penyerapan tenaga kerja disabilitas. Padahal angka tenaga kerja disabilitas mencapai 7,04 juta jiwa.

"Ketujuh, Komnas HAM mendesak Pemerintah dan korporasi mengimplementasikan kuota 2 persen dan 1 persen bagi tenaga kerja disabilitas dan membangun mekanisme reward and punishment bagi BUMN dan korporasi," ujar Uli.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement