REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Suharyono, mengatakan pihaknya sudah menetapkan tiga orang tersangka dugaan persekusi terhadap dua orang wanita di Pesisir Selatan. Menurut Suharyono, para tersangka sudah merendahkan kehormatan dua wanita yang menjadi korban.
"Kita telah periksa tujuh orang saksi dan ditetapkan tiga orang tersangka. Kita masih mengumpulkan bukti yang cukup untuk melakukan penahanan," kata Suharyono, Senin (17/4/2023).
Suharyono menilai tindakan tersangka dengan cara mengarak, menelanjangi dan menyebutkan korban ke laut pada malam hari sangat tidak terpuji. Tindakan tersebut menurut Suharyono merupakan tindak pidana dan memiliki konsekuensi hukum.
Kapolda Sumbar menambahkan selain terus memproses kasus ini, ia juga akan menertibkan anggota kepolisian di Pesisir Selatan yang harusnya dapat melakukan pencegahan.
Harusnya lanjut Suharyono, polisi dapat turun melakukan pencegahan saat persekusi terjadi. "Harusnya pihak kepolisian dulu yang turun melakukan pengamanan, bukan masyarakat seperti yang terjadi saat ini," kata dia.
Video persekusi terhadap dua wanita itu sendiri itu beredar luas di sosial media. Dalam video tersebut terlihat sekelompok orang berusaha merusak kafe. kafe itu disinyalir menyediakan layanan karaoke dan pemandu lagu. Massa merangsek masuk kafe. Tak lama kemudian terlihat massa menggiring dua wanita menuju pinggir pantai.
Dalam video itu, terdengar si wanita telah meminta ampun sambal menyebut tidak melakukan perbuatan (yang melanggar) apapun. Namun rintihan wanita itu tidak dihiraukan warga yang terdiri dari sejumlah pemuda. Wanita ini didorong masuk laut, diceburkan sebelum akhirnya ditelanjangi.
Sosiolog dari Universitas Negeri Padang (UNP) Erianjoni, mengatakan kekerasan dalam bentuk persekusi atau perundungan terhadap dua wanita pemandu lagu yang videonya viral, merupakan fenomena yang tak bisa dibenarkan.
Menurut dia, yang dilakukan masyarakat terhadap dua pemandu karaoke tersebut telah melanggar nilai-nilai humanistik, meskipun motif para pelaku (persekusi) adalah membebaskan wilayahnya dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
“Ini secara normatif tentu tidak dibenarkan, karena melanggar nilai-nilai humanistik. Nilai-nilai kemanusiaan. Walaupun dalam motif pelaku punya muatan ingin membebaskan wilayahnya dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang sebagai labeling yang diberikan kepada wanita pemandu karaoke tersebut, tetapi secara metode kontrol sosialnya sangat salah dan melawan hukum,” kata Erianjoni, Kamis (13/4/2023).