REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan terjadinya persekusi yang dialami dua perempuan pemandu karaoke di Pasir Putih Kambang, Lengayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Sebagai warga negara yang memiliki aturan hukum, aksi main hakim sendiri semestinya tidak perlu dilakukan dengan alasan apapun.
"Kami merasa prihatin dan menyayangkan terjadinya aksi tersebut. Semestinya sebagai warga negara yang memiliki aturan hukum, aksi main hakim sendiri dengan penyiksaan atau penganiayaan tidak perlu dilakukan dengan alasan apapun," ujar Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati, di Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Dia mengatakan, jika dua perempuan korban persekusi itu telah melakukan kesalahan atau tindakan yang melanggar aturan, seharusnya dapat dintindaklanjuti dengan proses pelaporan kepada aparat penegak hukum (APH). Menurut Ratna, apapun alasannya tindakan persekusi yang dilakukan oleh sekelompok orang itu tidak dapat dibenarkan dan bahkan telah melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Apapun alasannya, tindakan persekusi yang dilakukan sekelompok orang tersebut tidak dapat dibenarkan dan justru telah melanggar HAM dan merendahkan harkat dan martabat korban sebagai perempuan, juga termasuk pelecehan seksual,” tutur Ratna.
Menurut dia, akibat perbuatan tersebut para pelaku dapat dijerat dengan sanksi pidana atas tindak pidana pelecehan seksual fisik sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Selain itu, kata dia, aksi persekusi itu juga dapat dikenakan Pasal 11 UU TPKS sebagai tindak pidana penyiksaan seksual, dan/atau dapat dikenakan juga atas perbuatan kekerasan seksual berbasis elekronik sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 11 Ayat (1) UU TPKS.
Selain penerapan UU TPKS, dalam hal tindak pidana berbasis elektronik dapat pula diterapkan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 Ayat (1) jo Pasal 45 Ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE.
"Tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang secara bersama dapat juga dikenakan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," jelas dia.
Setelah kasus tersebut beredar luas, KemenPPPA bergerak cepat melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Saat ini telah dilakukan asesmen serta mendampingi korban untuk melaporkan kasus tersebut kepada Polres Pesisir Selatan.
Saat ini kasus tersebut telah ditangani oleh Polres Kabupaten Pesisir Selatan yang mendapat limpahan dari Polsek Lengayang dan dilakukan gelar perkara untuk menaikan status perkara dari penyelidikan ke tingkat penyidikan. Kapolres juga telah membentuk tim khusus untuk mempercepat penyelesaian kasus tersebut.
Ratna menyampaikan layanan psikologis harus diberikan kepada korban mengingat kasus persekusi ini berdampak bagi psikologis korban. KemenPPPA akan tetap mengawal proses hukum persekusi itu dan memastikan korban mendapatkan penanganan yang komprehensif sesuai dengan kebutuhan.
"Kami mengajak semua lapisan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan sesuai dengan aturan yang berlaku," jelas dia.