Kamis 06 Nov 2025 07:48 WIB

Sudan Usul Turki dan Qatar Terlibat Perundingan Perdamaian

Perang antara militer Sudan dan RSF telah terjadi sejak April 2023.

Foto yang dirilis oleh Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) ini menunjukkan keluarga-keluarga pengungsi dari el-Fasher di kamp pengungsian tempat mereka mencari perlindungan dari pertempuran antara pasukan pemerintah dan RSF, di Tawila, wilayah Darfur, Sudan, Jumat, 31 Oktober 2025.
Foto: NRC Via AP
Foto yang dirilis oleh Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) ini menunjukkan keluarga-keluarga pengungsi dari el-Fasher di kamp pengungsian tempat mereka mencari perlindungan dari pertempuran antara pasukan pemerintah dan RSF, di Tawila, wilayah Darfur, Sudan, Jumat, 31 Oktober 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pemerintah Sudan mengusulkan keterlibatan Turki dan Qatar dalam upaya mediasi negosiasi damai antara tentara Sudan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) agar menghasilkan kesepakatan yang lebih adil. Perang antara militer Sudan dan RSF telah terjadi sejak April 2023.

"Jika Anda ingin mencapai perundingan damai yang sesungguhnya, kita harus melibatkan mediator lain, Turki dan Qatar. Ini adalah usulan dari pemerintah Sudan," kata Duta Besar Sudan untuk Indonesia Dr. Yassir Mohamed Ali di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Baca Juga

Usulan tersebut disampaikan setelah Kelompok Empat Internasional (International Four Group) yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA), menyampaikan inisiatif untuk memediasi negosiasi damai antara tentara Sudan dan kelompok paramiliter RSF. Sudan menilai Arab Saudi dan Mesir sebagai mitra terpercaya. Namun, mereka menilai AS memiliki standar ganda, yang memberi lampu hijau kepada Uni Emirat Arab untuk mendukung RSF, yang telah melakukan pemberontakan dan pembunuhan terhadap warga sipil di El-Fasher, Sudan. AS dan UEA disebut memaksakan ketentuan gencatan senjata yang tidak adil bagi pemerintahan dan rakyat Sudan.

"Anda tidak dapat menjatuhkan sanksi kepada pemerintah dan menyamakan sanksi antara pihak yang menyerang dan pihak yang membela diri," katanya.

Oleh karena itu, Sudan mengusulkan keterlibatan mediator lain seperti Turki dan Qatar untuk turut memediasi negosiasi damai tersebut. Namun, mereka enggan untuk melakukan hal itu, katanya.

"Karena mereka tahu jika Turki, pemerintah Turki, dan Qatar bersatu dengan Saudi dan Mesir, mereka akan membentuk mayoritas dan mereka dapat memimpin negara-negara lain untuk menghasilkan penyelesaian yang rasional, dan dapat diterima oleh pemerintah Sudan," imbuh Yassir.

Yassir menegaskan para mediator itu tidak bisa memaksakan perdamaian kepada pemerintah Sudan dengan memaksanya untuk menerima persyaratan yang mereka buat karena pemerintah Sudan saat ini unggul atas RSF, telah menguasai sebagian besar wilayah dan akan terus melawan para pemberontak.

"Jadi, kami tidak bisa menerima seseorang yang agresor, didukung oleh mereka, dan mereka ingin memaksakan perdamaian yang mementingkan kebijakan agresor tersebut, yang pada akhirnya merupakan agenda mereka," demikian katanya.

Sejak 15 April 2023, militer Sudan dan RSF telah terlibat dalam perang yang gagal diakhiri oleh mediasi regional maupun internasional. Yassir mengatakan pertempuran tersebut telah menewaskan lebih dari 150 ribu warga Sudan, yang sebagian besar adalah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Pertempuran tersebut juga telah menyebabkan 100 ribu orang lainnya luka-luka dan mengalami masalah kesehatan lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement