REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim memutuskan menunda sidang gugatan Partai Berkarya terhadap KPU RI pada Senin (17/4/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penundaan ini lantaran pihak penggugat dan tergugat belum melengkapi berkas.
Di awal sidang, Majelis hakim mengecek berkas dari penggugat dan tergugat sekitar 10 menit. Majelis hakim ternyata menemukan ketidaklengkapan berkas dari kedua belah pihak.
"Masih belum lengkap? Tunda dulu ya. Mei Minggu pertama ya. Kamis ya tanggal 4 Mei di jam yang sama, sepakat ya," kata Majelis Hakim dalam persidangan tersebut
Majelis Hakim berpesan supaya kedua belah pihak melengkapi berkas sebelum bersidang pada awal bulan depan. Majelis Hakim menekankan perkara ini sudah menyita perhatian publik sehingga jangan sampai berlangsung molor.
"Sidang berikutnya jangan ditunda lagi, terutama masalah legal standing, akta pendirian partai, fotocopy dan asli dibawa. Ini menarik perhatian masyarakan biar cepat selesai," ujar Majelis Hakim.
Majelis Hakim juga meminta pihak tergugat dan penggugat taat untuk hadir di sidang berikutnya. Majelis Hakim tak ingin perkara ini kembali ditunda. "Hadir tanpa dipanggil lagi ya," ucap Majelis Hakim.
Sebelumnya, Partai Berkarya mengajukan gugatan ini lantaran dinyatakan tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024. Dalam gugatan perdata tersebut, Partai Berkarya meminta supaya Pemilu 2024 ditunda.
Gugatan dengan nomor register 219/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst itu didaftarkan pada Selasa (4/4/2023). Gugatan itu masuk kategori sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
Dalam petitumnya, Partai Berkarya meminta PN Jakpus menyatakan KPU telah melakukan PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Mereka juga meminta PN Jakpus menyatakan Keputusan KPU RI Nomor 518 Tahun 2022 tentang penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 tidak berkekuatan hukum mengikat dan cacat hukum.
Dalam petitum nomor empat, mereka meminta PN Jakpus menghukum KPU RI agar menetapkan Partai Berkarya sebagai peserta Pemilu 2024. Sedangkan dalam petitum nomor lima, Partai Berkarya meminta Pemilu 2024 ditunda.
"Menghukum tergugat untuk menunda seluruh alur tahapan Pemilu 2024, sampai penggugat dinyatakan sebagai partai politik peserta pemilu anggota DPR, DPRD, dan DPRD kabupaten/kota tahun 2024, atau sampai putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht)," bunyi petitum kelima, dikutip dari SIPP PN Jakpus.
Mereka turut meminta PN Jakpus menghukum KPU RI membayar ganti rugi total Rp 240 miliar kepada Partai Berkarya. Mereka lantas meminta agar putusan PN Jakpus atas perkara ini dapat dijalankan lebih dulu (uitvoerbaar bij voorraad) walaupun ada upaya hukum verzet, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Gugatan yang dilayangkan Berkarya ini serupa dengan gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) beberapa waktu lalu. Gugatan kedua partai itu sama-sama meminta Pemilu 2024 ditunda demi bisa menjadi peserta pemilu.
PN Jakpus diketahui memenangkan Prima. Namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menganulir putusan PN Jakpus itu setelah KPU RI mengajukan banding. Majelis Hakim Banding memutus PN Jakpus tak berwenang menyidangkan perkara Partai Prima vs KPU RI karena menyalahi prinsip kompetensi absolut.