Sabtu 15 Apr 2023 13:14 WIB

Merasa Banyak Kejanggalan, Teddy Minahasa Sebut Dirinya Dijadikan Target Konspirasi 

Teddy Minahasa menyampaikan banyak kejanggalan kasusnya dalam pledoi

Rep: Flori Anastasia Sidebang / Red: Nashih Nashrullah
Mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa melambaikan tangan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati terkait kasus memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sitaan seberat lima kilogram.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa melambaikan tangan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati terkait kasus memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sitaan seberat lima kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Kapolda Sumatra Barat, Teddy Minahasa mengatakan, banyak kejanggalan yang sarat dengan konspirasi dan rekayasa dalam kasus narkoba yang menjerat dirinya. 

Menurut dia, hal tersebut sengaja dibuat pihak tertentu lantaran terusik dengan kinerjanya selama ini dalam memerangi judi, narkoba, hingga prostitusi.

Baca Juga

Hal ini Teddy sampaikan dalam nota pembelaannya. Sidang pledoi itu digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada Kamis (14/4/2023).

"Saya memang menjadi target dari kelompok tertentu, baik dari internal maupun eksternal Polri. Banyak pihak yang merasa terusik atau tidak nyaman dengan langkah-langkah konkret saya dalam memberantas judi dan narkoba yang tanpa kompromi," kata Teddy.

Selain itu, Teddy menyebut, dia ditetapkan menjadi tersangka tanpa melalui proses pemeriksaan sebagai saksi. Padahal, hal ini merupakan prosedur hukum yang seharusnya dilakukan.

"Padahal sudah jelas bahwa prosedur penetapan seseorang menjadi tersangka harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Hal ini mengesankan bahwa saya memang dibidik untuk dijatuhkan. Dan sekarang terbukti bukan hanya dijatuhkan, namun dibinasakan," ungkap Teddy.

Kemudian, Teddy menilai, dua alat bukti yang menjadi dasar penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus ini melanggar ketentuan undang-undang. Sebab, bukti tersebut tidak melalui proses uji digital forensik sesuai UU ITE. BAhkan, alat bukti yang digunakan jaksa penuntut umum tidak utuh dan terpotong-potong.

"Penetapan saya sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi yang juga tersangka (saksi mahkota) dan alat bukti elektronik berupa percakapan chat WA yang berasal dari hasil ekstraksi HP milik tersangka lain, bukan dari HP saya," jelas Teddy.

"Namun, bukti percakapan chat WA diperoleh dengan cara yang melanggar ketentuan pasal 6 UU ITE, dimana tidak dilakukan proses uji digital forensik sesuai dengan SOP yang benar yang menghasilkan alat bukti surat berupa hasil uji laboratorium digital forensik yang utuh dan tidak terpotong-potong," tambah dia.

Teddy juga merasa ada rekayasa pada uji laboratorium sampel urine, darah dan rambut miliknya lantaran hasil yang berubah-ubah. Dia mengungkapkan, pada 27 Oktober 2022, dia dinyatakan negatif penggunaan metafetamina atau sabu. 

Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel  

Namun, pada 14 Oktober 2022, Polri merilis bahwa jenderal bintang dua itu positif menggunakan narkoba. Akan tetapi, setelah protes, hasil itu berubah kembali ke hadil semula bahwa dia memang negatif narkoba.

"Yang mengherankan saya adalah 'apa yang menjadi dasar merilis bahwa saya positif narkoba?' Dan 'apa pula yang menjadi dasar meralat bahwa saya negatif narkoba?' Ini sungguh telah berdampak membentuk image publik bahwa saya adalah benar-benar pengedar sabu dan hal ini telah meruntuhkan martabat saya," ujar dia.

Kejanggalan berikutnya, yakni dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ketiga saksi penyidik menyatakan bahwa saat Teddy ditangkap 'tidak ditemukan barang bukti narkotika sabu'. Namun, bukti itu disita dari tersangka Dody Prawiranegara, Linda Pujiastuti, dan Kasranto.

"Ketiga saksi penyidik tersebut memberikan keterangan/ kesaksian yang tidak benar, karena faktanya mereka tidak mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri terkait bahwa sabu yang disita dari ketiga tersangka tersebut adalah milik saya," jelas Teddy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement