REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tak mempermasalahkan vonis 3,5 tahun yang diputuskan Hakim Sri Wahyuni Batubara terhadap AG (15 tahun). Padahal putusan ini turun dari tuntutan empat tahun penjara yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
AG terlibat kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora (17 tahun) hingga berstatus sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum (AKH).
"KPAI menghormati hasil putusan hakim dengan pertimbangan-pertimbangan dari pihak yang punya kewenangan meng-assesment AG," kata Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah saat dikonfirmasi pada Senin (10/4/2023).
Ai Maryati menilai proses hukum yang dihadapi AG sudah sesuai Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Hal tersebut berdasarkan pengamatannya atas kasus yang dialami AG.
"Kami mengapresiasi hakim yang tidak menghadirkan anak dalam pembacaan putusan," ujar Ai Maryati.
Selama ini, KPAI disebutnya memang memonitor kasus AG sejak tahap penyelidikan hingga vonis. Tujuannya agar proses hukum terhadap AG tak melenceng dari SPPA.
"Ini dilakukan supaya setiap aparat penegak hukum tetap menjalankan proses sesuai dengan nilai-nilai SPPA," ucap Ai Maryati.
Lewat putusan tersebut, AG telah resmi dinyatakan bersalah dalam kasus tindak penganiayaan berat yang direncanakan oleh tersangka Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) terhadap David pada 20 Februari 2023. Selanjutnya AG menjalani masa pidananya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
Atas perbuatannya, AG terbukti melanggar Pasal 355 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP dalam dakwaan pertama primer penuntut umum.
Diketahui, Polda Metro Jaya telah menahan dan menetapkan MDS dan SL sebagai tersangka. Keduanya tinggal menunggu disidangkan dalam perkara yang sama dengan AG.