Kamis 06 Apr 2023 14:58 WIB

Keluarga David Pertanyakan Alasan Jaksa Tuntut AG 4 Tahun Penjara

Keluarga David mempertanyakan alasan jaksa hanya menuntut AG selama 4 tahun penjara.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Bilal Ramadhan
David Ozora yang sedang dirawat dan ditemani ayahnya, Jonathan Latumahina. Keluarga David mempertanyakan alasan jaksa hanya menuntut AG selama 4 tahun penjara.
Foto: Twitter Jonathan Latumahina
David Ozora yang sedang dirawat dan ditemani ayahnya, Jonathan Latumahina. Keluarga David mempertanyakan alasan jaksa hanya menuntut AG selama 4 tahun penjara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa anak AG (15 tahun) empat tahun penjara dalam kasus keterlibatan penganiayaan David Ozora. AG menjalani sidang tertutup dari publik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (5/4/2023) sekitar pukul 13.00 WIB.

Tuntutan tersebut kemudian menjadi pertanyaan dan protes banyak pihak lantaran tidak sesuai dengan hukuman pidana anak yang harusnya enam tahun. Ayah David, Jonathan Latumahina mempertanyakan JPU tentang tuntutan tersebut.

Baca Juga

"Halo @kejaksaanRI kenapa jadi 4 tahun tuntutannya? Maksimalnya 12 tahun, pelaku anak 1/2 nya. Jika pertimbangannya soal masa depan Agnes menurut kalian masa depan David nggak penting?" kata Jonathan di akun Twitter centang birunya @seeksixsuck, seperti dikutip pada Kamis (6/4/2023).

AG dituntut oleh JPU atas tiga dakwaan, yakni penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka berat, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan kekerasan.

Tuntutan kedua, penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana, AG sengaja memberikan kesempatan sarana dan keterangan untuk melakukan kejahatan. Tuntutan ketiga, AG didakwa dengan pasal tentang perlindungan anak.

"Jaksa sendiri yang menyatakan sah dan meyakinkan AG terlibat, dan jaksa menuntut tidak maksimal. Apa arti pernyataan "sah dan meyakinkan" ini kalo tuntutannya tidak maksimal? Dalilnya apa @KejaksaanRI? Pak @mohmahfudmd, hakim harus ultra petita untuk kasus ini," kata pengurus pusat gerakan pemuda Ansor itu.

Menurut pasal 355 ayat 1 juncto pasal 55 KUHP, AG terancam 12 tahun penjara. Namun karena dia termasuk pelaku anak, maka pidananya dipotong setengah sehingga maksimal enam tahun penjara.

"Tuntutan Jaksa Penuntut Umum 4 tahun terhadap pelaku anak AG, kami berharap Hakim tunggal memberikan vonis hukuman maksimal terhadap pelaku anak!" ujar Kuasa Hukum David, Mellisa Anggraeni di Twitternya @MellisA_An.

Dia menegaskan, bahwa penerapan pasal tersebut tidak ada pengurangan pasal selain pengurangan setengah dari ancaman orang dewasa jika pelakunya adalahs seorang anak. Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemberantasan Mafia Hukum atau KPMH, Muannas Alaidid turut merespon sidang pembacaan tuntutan JPU terhadap AG.

"KPMH menyikapi tuntutan terhadap anak AG 4 tahun penjara. Setelah kami dalami dan analisis, pada pokoknya kami menyampaikan pendapat, keberatan," kata Muannas dalam keterangan persnya melalui Twitter pada Rabu.

Muannas menyampaikan dua poin keberatan meliputi norma hukum dan motif alasan pelaku. Menurut dia, norma hukum mempertimbangkan berkaitan dengan pemidanaan terhadap anak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku menyebutkan pidana yang dijatuhkan adalah setengah dari orang dewasa.

"Mengingat ancaman pidana pokok dalam kasus ini sesuai pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat berencana yang ancaman pidananya 12 tahun mestinya anak AG dituntut bahkan putusan yang layak adalah setengah pidana dari orang dewasa yaitu 6 tahun penjara," kata dia.

Selain itu, ia menyinggung soal modus kejahatan pelaku. Muannas mengatakan, saat ini David masih menjalani pemulihan karena luka yang serius. Oleh karena itu, hukuman berat harus diterapkan.

"Bila melihat kronologi dan fakta hukum kasus yang dialami david ini adalah tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama antara orang dewasa dan anak, perbuatan pelaku bukan kejahatan biasa melainkan penganiayaan berat berencana bahkan ada upaya menghilangkan nyawa korban secara sadis & brutal, apalagi korban juga masih berstatus anak yang terancam ‘tak bisa kembali normal’ dan kehilangan masa depan," kata Muannas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement