REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly mengungkapkan betapa berbahayanya kejahatan transnasional bagi Indonesia. Apalagi, sambung dia, bentuk dan nilai transaksinya pun tak main-main jumlahnya.
"Menurut statistik terbaru, kejahatan terorganisir transnasional menghasilkan sekitar 1,5 triliun dolar AS dalam bentuk pendapatan ilegal setiap tahun, dengan aktivitas mulai dari perdagangan narkoba, kejahatan dunia maya, dan pencucian uang," kata Yasonna dalam keterangannya di Jakarta pada Jumat (31/3/2023).
Untuk mengatasi masalah itu, kata dia, Indonesia dan Rusia telah bekerja sama erat dalam beberapa tahun terakhir untuk memerangi kejahatan transnasional terorganisasi. Yasonna mengeklaim, kerja sama mulai dari deportasi dan ekstradisi para buronan telah membuahkan banyak keberhasilan.
"Di sisi lain, kami juga secara aktif memenuhi permintaan ekstradisi dari Pemerintah Federasi Rusia sejak tahun 2017," ujar Yasonna.
Guna meningkatkan kerja sama, Yasonna dan Menteri Hukum Federasi Rusia, Konstantin Chuichenko akhirnya menandatangani perjanjian ekstradisi antara Republik Indonesia (RI) dengan Federasi Rusia di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Jumat.
Yasonna menyebut, perjanjian itu merupakan instrumen penting bagi pemerintah RI untuk meningkatkan kerjasama dan kolaborasi di bidang penegakan hukum, keamanan, dan keadilan. "Ini juga menunjukkan tekad kita bersama untuk memerangi kejahatan transnasional, dan memastikan bahwa penjahat tidak dapat mencari perlindungan di negara lain," kata Yasonna.
Dia juga menyatakan, penandatanganan perjanjian ekstradisi ini sejalan dengan komitmen pemerintah RI untuk memperkuat kerja sama penegakan hukum lintas batas negara dengan negara-negara mitra. Penandatanganan itu melanjutkan capaian kesuksesan atas ditandatanganinya perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana (mutual legal assistance in criminal matters) antara RI dan Rusia di Moskow pada 13 Desember 2019.
"Jaringan kriminal kini menjadi semakin canggih, mampu beradaptasi dengan teknologi baru, bahkan mengeksploitasi kerentanan dalam masyarakat," ujar Yasonna.
Mekanisme pemulangan para pelaku tindak pidana memang dapat dilakukan melalui mekanisme deportasi dan kerja sama keimigrasian. Namun, Yasonna meyakini kerja sama ekstradisi tetap menjadi opsi utama karena bersifat formal dan mengikat.
Tercatat, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Rusia yang baru saja ditandatangani merupakan perjanjian ekstradisi pertama yang dimiliki Indonesia dengan negara di Benua Eropa. Posisi strategis Rusia sebagai Anggota Dewan Keamanan PBB, G20, serta Eurasian Economic Union diharapkan dapat dimanfaatkan oleh RI untuk membangun reputasi dan kredibilitas dalam hal keamanan dan penegakan hukum.