Senin 27 Mar 2023 20:47 WIB

Anggota DPR Curigai Motif Politik Mahfud Umbar Isu Transaksi Janggal Rp 349 T

Benny K Harman memastikan hadir dalam rapat Komisi III DPR bersama Mahfud pada Rabu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri)  menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). Mahfud kemudian meralat jumlah transaksi mencurigakan dari sebelumnya Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). Mahfud kemudian meralat jumlah transaksi mencurigakan dari sebelumnya Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Benny K Harman meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memberikan penjelasan secara detail terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang diungkapnya. Jangan sampai, ada motif politik tertentu di balik pengungkapan tersebut.

"Dia menggunakan isu ini untuk kepentingan politiknya atau dengan kata lain saya sampaikan waktu itu beliau punya motif politik. Punya maksud politik kalau dia tidak menjelaskan secara publik secara jelas, secara transparan apa yang dia sampaikan," ujar Benny di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/3/2023).

Baca Juga

Pengungkapan yang tak detail dari Mahfud terkait transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun hanya menghasilkan perdebatan dan asumsi liar di publik. Ada kesan yang bahwa adanya saling bantah antara Mahfud, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Apakah dia punya motif untuk menyingkirkan Sri Mulyani atau menyingkirkan tokoh-tokoh tertentu Kemenkeu atau apa? Saya rasa pertanyaan saya dalam batas yang masuk akal aja ya kan," ujar Benny.

Ia sendiri memastikan hadir dalam rapat dengar pendapat pada Rabu (29/3/2023). Rapat tersebut diketahui akan mengundang Mahfud sebagai Ketua Komite Nasional Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan juga Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

"Jangan dia (Mahfud) alihkan masalah, jangan dia mencla-mencle istilah saya itu, ya kan, dan konsisten. Dia bilang semula 300 berapa di Kemenkeu kan begitu, (ternyata) bukan, jangan ditutup-tutupi," ujar Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Mahfud lewat akun Twitter-nya pada Ahad (26/3/2023) menegaskan dirinya akan memenuhi undangan Komisi III DPR pada pekan ini. Ia pun menantang anggota Komisi III DPR untuk hadir dan tidak absen dalam rapat yang dijadwalkan pada Rabu lusa.

 

 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan klarifikasi kepada Komisi XI DPR terkait adanya dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun. Adapun transaksi janggal tersebut di lingkungan Kementerian Keuangan seperti diungkap PPATK.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pada kenyataanya dari 300 surat senilai Rp 349 triliun menjadi surat pertama yang dirinya terima karena berisi kompilasi transaksi sejak 2009-2022. “Terkait tupoksi pegawai Kemenkeu, ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun, bahkan Rp 22 triliun ini sebanyak Rp 18,7 triliun menyangkut transaksi korporasi yang tidak ada hubungan dengan Kemenkeu,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (27/3/2023).

Menurutnya laporan senilai Rp 18,7 triliun menyangkut korporasi yang diduga menyangkut pegawai Kementerian Keuangan, setelah diselidiki, sama sekali tidak terafiliasi dengan pegawai Kementerian Keuangan. Sri Mulyani menyebut salah satu contoh dari transaksi Rp 18,7 triliun bahwa pada dasarnya Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melakukan audit investigasi terhadap pegawai Kementerian Keuangan.

“Irjen meminta informasi transaksi dari PPATK menyangkut transaksi perusahaan dengan nilai debit kredit perusahaan, katakanlah PT A, jumlahnya Rp 11,38 triliun,” ucapnya.

Hasilnya, ternyata tidak ada aliran dana dari Rp 11,38 triliun ke pegawai yang sedang diinvestigasi, maupun ke keluarganya. Sri Mulyani pun menegaskan transaksi ini merupakan permintaan dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, bukan transaksi mencurigakan.

“Rp 11,38 triliun dibayangkan ada aliran dana mencurigakan padahal ini adalah permintaan dari Itjen, dan ternyata tidak ada afiliasi dengan pegawai Kemenkeu,” ucapnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement