REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan, MPR taat pada konstitusi yang menyatakan bahwa pemilihan umum (Pemilu) digelar setiap lima tahun sekali. Namun menurutnya, akan beda ceritanya jika terjadi kejadian luar biasa di Indonesia, seperti bencana atau perang yang membuat Pemilu 2024 terpaksa ditunda.
"Kita tidak ingin menunda pemilu, kecuali ada hal-hal yang luar biasa, bencana skala besar, atau hal-hal lainnya yang seperti diatur dalam konstitusi kita, maupun peraturan perundang-undangan yang ada," ujar Bamsoet kepada wartawan, Jumat (17/3) malam.
Kendati demikian, Indonesia sudah pernah mengalami penundaan dan percepatan pemilu. Dua hal itu terjadi ketika adanya musyawarah yang menghasilkan kesepakatan tersebut.
"Jadi sebetulnya ujung-ujungnya nanti adalah konsensus kesepakatan bersama antara DPR, DPD, antara pimpinan partai politik melalui perpanjangan tangannya di MPR, fraksi-fraksi, dan seluruh anggota DPD, kuncinya itu aja," ujar Bamsoet.
"Bagaimana kalau rakyat tidak setuju (penundaan pemilu), tentu partai politik memiliki pertimbangan lain. Tentu DPD ada pertimbangan lain, dan kami sebagai pimpinan MPR punya pertimbangan lain," kata Bamsoet menambahkan.
Namun, kejadian luar biasa tentu akan bersifat subjektif antara satu pihak dengan pihak lainnya. Apalagi Indonesia juga pernah memiliki pengalaman genting, tetapi Pemilu tetap dilaksanakan tepat waktu. "Alhamdulillah bisa kita atasi secara bersama-sama, karena kita berhasil memutuskannya melalui musyawarah mufakat," ujar Bamsoet.
Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat juga tidak boleh menghentikan tahapan Pemilu 2024. Ia menegaskan, pesta demokrasi lima tahunan itu harus berjalan tepat waktu.
"Jadi kalau ada yang tanya, pasti saya akan jawab pemilu harus tepat waktu. Itu patokan kita dan konstitusi kita mengatur itu hari ini," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.