Kamis 16 Mar 2023 16:04 WIB

Bos KSP Indosurya, Henry Surya Kembali Ditetapkan Tersangka dan Ditahan Mabes Polri

“Ini (pemalsuan dan TPPU) berbeda dengan kasus yang terdahulu," kata Whisnu.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Tersangka yang merupakan Ketua KSP Indosurya Cipta Henry Surya (kanan). Setelah sebelumnya divonis lepas oleh pengadilan, Henry Surya kini kembali ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Mabes Polri. (ilustrasi)
Foto:

Direktur Tipideksus Brigjen Whisnu mengatakan, dalam perkara baru yang menjerat Henry Surya sebagai tersangka lagi kali ini, berbeda dengan kasus KSP Indosurya yang pertama. Penetapan Henry Surya sebagai tersangka lagi saat ini, kata Whisnu, terkait dengan pemalsuan dokumen, dan TPPU.

Karena itu penjeratan sangkaan dalam perkara baru ini, menggunakan Pasal 263, dan Pasal 266 KUH Pidana. “Ini (pemalsuan dan TPPU) berbeda dengan kasus yang terdahulu (penggelapan dan penipuan),” terang Whisnu.

Whisnu menerangkan, duduk perkara kasus baru yang bakal menyeret Henry Surya kembali ke persidangan, menyangkut masalah otentifikasi dalam persyaratan pembuatan lembaga koperasi. Whisnu mengatakan, dari hasil penyidikan, dan gelar perkara didapatkan bukti, tentang pendirian KSP Indosurya pada 2012 lalu, didasari atas pemalsuan dokumen-dokumen pendirian. Pun ditengarai cacat formal sehingga dinilai tak legal.

“Kami sudah temukan bahwa perbuatan HS ini dalam pembuatan KSP (Koperasi Simpan Pinjam) itu cacat. Dan bahkan saudara HS ini berniat jahat dalam pendirian KSP Indosurya ini,” terang Whisnu.

Karena dinilai melakukan pemalsuan dokumen pendirian dan dinilai cacat sebagai koperasi, menurut Whisnu, dalam operasionalnya, KSP Indosurya menjadi lembaga koperasi yang melanggar hukum. Sehingga dikatakan dia, kegiatan usaha apapun yang dilakukan oleh Henry Surya dengan KSP Indosurya-nya, menjadi ilegal.

“Jadi dalam perkara ini penyidikan yang dilakukan adalah terkait akar masalahnya. Yaitu bahwa HS melakukan perbuatan seolah-olah mendirikan koperasi, yaitu koperasi Indosurya,” kata Whisnu.

Dalam menjalankan koperasi ilegal tersebut, kata Whisnu, Henry Surya mengumpulkan dana nasabah dalam jumlah fantastis mencapai Rp 106 triliun. Dalam penyidikan, kata Whisnu, KSP Indosurya pun pada 2018 mengeluarkan produk perbankan, berupa penjualan investasi dalam bentuk medium term note (MTN), atau surat utang jangka menengah.

Dalam penjualan produk MTN tersebut, Henry Surya, berhasil menangguk uang nasabah sekitar Rp 15,9 triliun. Akan tetapi, dalam praktiknya, kata Whisnu, penjualan MTN oleh KSP Indosurya tersebut, sempat dilarang oleh regulator karena koperasi tersebut sebetulnya cacat formal. 

Karena itu, Whisnu mengatakan, meskipun pada kasus yang pertama Henry Surya sebagai terdakwa penipuan dan penggelapan dihukum lepas oleh pengadilan lantaran perbuatan Henry Surya tersebut dinilai sebagai keperdataan, pada penyidikan baru kali ini, kepolisian seperti menemukan bukti-bukti baru terkait dengan tindak pidana yang dilakukan Henry Surya dalam pendirian koperasi, serta tindak pidana lainnya terkait dengan kejahatan melakukan pengumpulan dana masyarakat dengan menggunakan lembaga koperasi yang pendiriannya cacat hukum.

Brigjen Whisnu juga menambahkan, terkait dengan TPPU, tim penyidikannya juga menemukan 23 perusahaan cangkang milik Henry Surya. Puluhan perusahaan cangkang itu, diduga menjadi tempat bagi Henry Surya dalam menyamarkan praktik manipulasinya selama menjalankan koperasi ilegal.

"Jadi koperasi yang didirikan oleh HS ini hanyalah koperasi pura-pura," ujar Whisnu.

Pengacara Henry Surya, Soesilo Ari Wibowo, kepada Republika, Rabu (15/3/2023) sudah mengetahui status hukum baru kliennya di Dirtipideksus Bareskrim Polri saat ini. Namun, kata dia, enetapan tersangka terhadap Henry Surya hanya akan menghasilkan keputusan hukum yang sama di pengadilan negeri nantinya.

"Saya berpendapat kasus ini, akan nebis in idem di pengadilan," ujar Soesilo.

Nebis in idem adalah istilah dalam hukum yang artinya tak bisa memeriksa, ataupun memidanakan seseorang, atas kasus, atau pokok perkara serupa yang sudah berkekuatan hukum tetap di pengadilan. Meskipun begitu Soesilo mengaku menghormati apa pun setiap proses hukum terkait nasib kliennya itu.

“Kita tetap menghormati proses hukum yang ada. Tetapi nanti kita akan lihat saja di pengadilan,” ujar Soesilo.

 

 

photo
Antara vonis dan tuntutan untuk Surya Darmadi - (infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement