Rabu 15 Mar 2023 14:21 WIB

Pemulihan Trauma Kekerasan Seksual Perlu Peranan Ibu

Beban yang dialami oleh korban tak hanya sekadar fisik, tapi juga psikologis.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Gita Amanda
 Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek), Nizam, mengatakan ibu memiliki peran penting dalam mengatasi trauma anak atas kekerasan seksual. (ilustrasi).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek), Nizam, mengatakan ibu memiliki peran penting dalam mengatasi trauma anak atas kekerasan seksual. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek), Nizam, mengatakan trauma yang dialami oleh korban kekerasan seksual sangat berat. Menurut dia, beban yang dialami oleh korban tak hanya sekadar fisik, tapi juga psikologis.

"Bukan hanya beban fisik tapi juga psikologi," ujar Nizam dalam sambutannya pada kegiatan Training of Trainer (ToT) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi di Gedung D Kemendikbudristek, Rabu (15/3/2023).

Baca Juga

Nizam menyampaikan, diperlukan peran seorang ibu dalam upaya menghilangkan beban korban tersebut. Dia mengaku sudah melihat sendiri dampak kehadiran seorang ibu terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Dengan hadirnya empati dari seorang ibu, aspek psikis dan perilaku korban menjadi lebih baik.

"Peran ibu dengan segala empatinya yang tinggi akan memenuhi kebutuhan anak," kata Nizam.

Menurut Nizam, di sanalah peran Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek dibutuhkan dalam Satgas PPKS di perguruan tinggi. Relawan DWP Kemendikbudristek yang ada di perguruan tinggi akan menjawab kebutuhan itu, terlebih saat ini banyak mahasiswa yang mungkin kehilangan sosok ibu di perguruan tinggi.

"Inisiatif DWP membuat gerakan DWP sahabat kampus, sehingga melalui program itu, saya harap Ibu-Ibu DWP di perguruan tinggi bisa menjadi mitra atau orang tua bagi anak-anak kita di perguruan tinggi," kata dia.

DWP Kemendikbudristek akan turut serta dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi. DWP Kemendikbudristek menyatakan akan bekerja sama dengan Satgas PPKS yang ada di perguruan-perguruan tinggi.

"Kita hadir untuk lingkungan kampus yang nyaman, dan kondusif, serta terciptanya hubungan manusiawi, bermartabat dan bebas kekerasan di perguruan tinggi," ujar Ketua DWP Kemendikbudristek, Teti Herawati Aminuddin Aziz di Jakarta, Rabu (15/3/2023).

Teti berharap, adanya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi dapat menihilkan kekerasan yang terjadi di perguruan tinggi, baik itu pada pendidik, tenaga kependidikan, mahasiswa, maupun antarwarga kampus secara menyeluruh.

Dia mengatakan, para relawan DWP Kemendikbudristek di perguruan tinggi akan dibekali cara menangani kasus kekerasan seksual. Mereka bersama dengan Satgas PPKS di perguruan-perguruan tinggi akan mendapatkan pembekalan melalui Training of Trainer (ToT).

"DWP berinisiatif dengan kegiatan yang berkesinambungan yaitu pembekalan ToT kepada tim Satgas PPKS di perguruan tinggi dan relawan DPW di pergruan tinggi maupun LLDikti di seluruh Indonesia sampai kegiatan webinar nasional yang akan diikuti DWP Kemendikbudristek," jelas dia.

Program tersebut, kata Teti, ini selaras dengan Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dia merasa yakin program tersenut akan melindungi para mahasiswa, terutama korban kekerasan.

"Untuk para korban akan merasa terlindungi dan tak perlu takut untuk mengungkapkan permasalahan kekerasan seksual yang dialaminya," terang dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement