REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Setelah merampungkan kerjasama dalam program transformasi transportasi publik di 2022, kali ini Pemerintah Inggris kembali menyambangi Kota Bandung dengan misi lain melalui program Global Future Cities Programme (GFCP).
Head of Resilient Cities and Infrastructure, UK Foreign, Commonwealth and Development Office, Simon Stevens, mengatakan, tujuan kunjungannya kali ini adalah untuk mendiskusikan rencana-rencana prioritas daerah bagi pembangunan infrastruktur rendah karbon di sektor perkotaan dan perhubungan, sekaligus menjajaki peluang-peluang kerja sama lainnya.
“Pemerintah London ingin mengetahui program-program prioritas pembangunan Kota Bandung dan menjajaki peluang kerja sama ke depannya,” ujar Simon saat mengunjungi Balai Kota Bandung, Kamis (9/3/2023).
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna optimis kerja sama dengan pihak London bisa dilanjut kembali. Ia menjelaskan, ada empat sektor yang bisa dijajaki kerja sama, yakni transportasi, lingkungan, permukiman, dan ancaman potensi bencana.
"Kota Bandung ini sebenarnya memiliki potensi yang tinggi dari parkiran. Kita bisa meraih PAD sebesar Rp 200 miliar. Namun, saat ini kita baru bisa mendapatkan Rp 9 miliar," jelas Ema.
Pengentasan masalah lingkungan dan pemukiman kumuh pun menjadi hal ingin diselesaikan melalui kerja sama tersebut, ujarnya. Pengetasan persoalan sampah, serta tingginya potensi ancaman bencana di Kota Bandung, khususnya di sekitar wilayah Sesar Lembang, juga masih belum maksimal.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, Dadang Darmawan mengatakan, meski telah mendapatkan hibah dari Pemerintah Pusat berupa delapan unit bus listrik, namun sejauh ini praktek operasionalnya masih tersendat dan belum maksimal.
“Operasionalnya tersendat, hingga sekarang jadi tidak beroperasi," ucap Dadang.
Pengakuan juga diungkapkan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan, dan Pertamanan (DPKP3) Kota Bandung, Rizki Kusrulyadi. Dia menuturkan, saat ini jumlah pemukiman kumuh di Kota Bandung masih bertengger di kisaran 20,3 persen atau sekitar 400 hektar.
"Salah satu indikatornya karena belum terjangkau saluran air bersih dan pengolahan limbah komunal. Ini masih jadi PR untuk mencari teknologi pengolah limbah komunal," ungkap Rizki.