REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDIP yang juga anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengungkapkan, status warga di lahan -yang diklaim milik Pertamina itu- tetap ilegal. Dia menjelaskan runtutan sejarah status warga Kampung Tanah Merah dari zaman eks Gubernur Fauzi Bowo hingga eks Gubernur Anies Baswedan.
"Yang kita tahu, status lahan milik Pertamina. Maka urutannya kalau kita lihat Tanah Merah mesti dilihat benang merahnya dari jauh-jauh," ujar Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI tersebut.
Pada zaman kepemiminan Fauzi Bowo (2007-2012), Gembong menyebut Fauzi Bowo tidak mau mengakomodir warga karena memang status lahannya milik Petamina. Lalu, pada zaman kepemimpinan Joko Widodo (2012-2014), diakomodir mengenai status kependudukan warga Kampung Tanah Merah. Hal itu berkaitan dengan janji kampanyenya.
"Masuklah Pak Jokowi yang mengakomodir, tapi Pak Jokowi mengakomodir status administrasi kependudukannya (KTP), bukan status kepemilikan. Kalau soal kepemilikannya, Pak Jokowi tidak merekomendasikan, tetapi administrasi kependudukannya, pemerintah daerah harus mengakui mereka bahwa mereka berada di situ, maka agar mereka tidak bercerai-berai tempat tinggal dan administrasi domisili, beliau bentuklah RT/RW dan administrasi kependudukan," jelasnya.
Pada era Basuki Tjahaja Purnama (2014-2017) atau Ahok diketahui juga tidak melakukan langkah mengakomodir warga ihwal kepemilikan lahan. Sementara itu, pada zaman Anies Baswedan (2017-2022), Gembong menyebut titik awal semakin ruwetnya permasalahan legalitas warga Kampung Tanah Merah karena memberikan IMB sementara sebagai janji kampanyenya.
"Zamannya Anies, dia melegalkan itu tapi yang dilegalkan hanya di atasnya (bangunan) kan bukan status kepemilikannya. Pertanyaan berikutnya, mereka (warga) diberikan IMB, kemudian status tanahnya punya orang lain, bagaimana statusnya? Jadi sebetulnya carut marutnya di ujung ini, sehingga ketika masyarakat sudah dapat IMB seolah-olah menjadi milik mereka," ungkapnya.
Saat ditegaskan lebih lanjut, antara legal dan ilegal, Gembong menyebut statusnya hingga saat ini tetap ilegal. "Kalau bicara statusnya, seperti yang disampaikan (ilegal). Meski sudah menempati berpuluh-puluh tahun yang ditempati bukan tanah negara, tapi asetnya Pertamina. Pertamina kan bukan tanah negara, mungkin pemahaman masyarakat berbeda karena itu dianggap tanah Pertamina, maka dianggap tanah negara," jelasnya.
Terpisah Pemprov DKI menjelaskan, pemberian IMB tersebut hanya untuk pemenuhan kebutuhan dasar warga. Dengan kata lain, artinya IMB bukanlah bentuk legalitas kepemilikan tanah atau lahan.
"IMB yang pernah diberikan sebenarnya semata hanya dukungan supaya kebutuhan layanan dasar di sana bisa terpenuhi, misalnya air bersih, air minum, dan aksesibilitas jalan untuk mobilitas ekonomi," kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, Sarjoko, Selasa (7/3/2023).