Senin 06 Mar 2023 16:39 WIB

Belasan Siswa SMP Aniaya Seorang Siswa SD Hingga Tewas, Ini Kata Kadisdik Sukabumi

Kadisdik Kabupaten Sukabumi sebut sekolah harus lebih memperhatikan keberadaan siswa.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Bilal Ramadhan
Penganiayaan (Ilustrasi). Kadisdik Kabupaten Sukabumi sebut sekolah harus lebih memperhatikan keberadaan siswa terkait belasan siswa SMP menganiayaan siswa SD hingga tewas.
Penganiayaan (Ilustrasi). Kadisdik Kabupaten Sukabumi sebut sekolah harus lebih memperhatikan keberadaan siswa terkait belasan siswa SMP menganiayaan siswa SD hingga tewas.

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Usai kejadian penganiayaan pelajar SMP terhadap pelajar SD di Kabupaten Sukabumi, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sukabumi merespon dengan cepat. Di mana, Disdik mendorong agar para guru lebih memperhatikan keberadaan anak didiknya.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi Muhammad Solihin. Sebelumnya Kadisdik melakukan takziah ke rumah duka siswa kelas VI SD berinisial RM (12 tahun) yang meninggal diduga dibacok di Kampung Citepus Pam, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Ahad (5/3/2023).

Baca Juga

"Semoga kejadian ini yang terakhir kalinya dan tidak terulang kembali," ujar Solihin kepada wartawan. Ia menyampaikan turut berdukacita yang sedalam-dalamnya dan berharap korban meninggal dunia mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT.

Solihin mengatakan, Disdik telah meminta sekolah terutama guru terus memantau, mengawasi, dan menjaga keamanan maupun keselamatan anak didiknya. Baik pada saat di dalam lingkungan sekolah maupun di luar.

Sekolah juga kata Solihin, dapat berkoordinasi dengan komite sekolah, masyarakat sekitar, dan aparat setempat dalam mencegah adanya kasus kekerasan. Di samping itu bisa menjalin kerja sama dengan orang tua atau wali murid untuk memastikan anak-anaknya mengikuti proses pembelajaran sesuai ketentuan atau tata tertib yang berlaku.

"Untuk sekolah tingkat SMP se-derajat, guru dapat berkolaborasi menjalankan peran bimbingan dan konseling," kata Solihin. Khususnya dalam mewujudkan kesejahteraan psikologis peserta didik.

Ke depannya sambung Solihin, sekolah bisa banyak memberikan ruang kegiatan yang terprogram dan konsisten sesuai perkembangan peserta didik. Tujuannya agar mampu mengaktualisasikan potensi dirinya dalam mencapai perkembangan secara optimal.

Sekolah lanjut Solihin, harus banyak memberikan ruang kegiatan kepada siswa. Misalnya jenis kegiatan ekstrakurikuler dengan banyak pilihan yang menarik siswa.

Sebelumnya, Polres Sukabumi mengamankan belasan pelajar tingkat SMP yang terlibat dalam penganiayaan yang menyebabkan seorang anak RM (12 tahun), siswa Sekolah Dasar (SD) meninggal dunia. Di mana ada 14 orang pelajar yang diamankan dan tiga diantaranya ditetapkan sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH).

"Kami mengungkap kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur yang menyebabkan korbannya meninggal dunia dalam kurun waktu enam jam setelah kejadian," ujar Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede kepada wartawan di Mapolres Sukabumi, Ahad (5/3/2023).

Ia mengatakan dari 14 orang yang diamankan ditemukan tiga orang anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) yang diduga menganiaya korban hingga menganiaya korban.

Ketiganya yakni ABH 1 sebagai eksekutor, ABH 2 sebagai pembonceng eksekutor, dan ABH 3 sebagai penyedia senjata tajam jenis cerulit yang digunakan untuk membacok korban. Maruly menuturkan, penganiayaan ini berawal dari para pelaku ada acara di Pantai Palabuhanratu Sukabumi konvoi dengan sepeda motor pada Sabtu (4/3/2023) lalu.

Sekitar pukul 11.40 WIB siang mereka bertemu korban dan langsung dibacok hingga menghilangkan nyawanya. Setelah melakukan aksi penganiayaan tersebut, para pelaku melarikan diri.

Sementara korban terang Maruly, dibantu warga sekitar dievakuasi ke RSUD Palabuhanratu. Namun nyawanya tidak tertolong dan meninggal dunia.

"Atas informasi itu, Satreskrim Polres Sukabumi dan Polsek Palabuhanratu melakukan penelusuran dan olah TKP," ungkap Maruly. Hasilnya didapat beberapa informasi kemudian dikembangkan.

Dari pendalaman kata Maruly, setelah menganiaya korban, eksekutor dan pembonceng eksekutor melarikan diri dan bersembunyi di area perkebunan karet. Eksekutor sempat menyembunyikan sajam yang digunakan namun berhasil ditemukan penyidik.

Para ABH lanjut Maruly, masih dalam pemeriksaan intensif penyidik Satreskrim dan akan dilakukan tahapan-tahapan proses hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 2014 tentang Perlindungan Anak. Ketiga ABH disangkakan Pasal 80 Ayat 3 dengan ancaman 15 tahun penjara.

Motif para pelaku terang Maruly yakni sengaja konvoi dan mencari lawan. Sehingga saat korban berjalan, eksekutor langsung membacok.

Dalam kasus ini tutur Maruly, polisi mengamankan barang bukti berupa sajam jenis cerulit, pakaian korban dan pelaku, serta bantal guling yang dijadikan media untuk menyembunyikan sajam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement