Senin 06 Mar 2023 05:53 WIB

Kopel: Putusan Penundaan Pemilu karena KPU tidak Profesional

Ketidakprofesionalan itu dinilai tampak dalam sidang dugaan kecurangan KPU di DKPP.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari (kiri) berjalan keluar usai menyampaikan paparan saat konferensi pers terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (2/3/2023) malam. Ketua KPU RI mengatakan memastikan akan mengajukan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintah untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari. Namun, KPU menegaskan akan tetap melanjutkan tahapan Pemilu 2024.
Foto: Amtara/Nyoman Hendra Wibowo
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari (kiri) berjalan keluar usai menyampaikan paparan saat konferensi pers terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (2/3/2023) malam. Ketua KPU RI mengatakan memastikan akan mengajukan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintah untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari. Namun, KPU menegaskan akan tetap melanjutkan tahapan Pemilu 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menentang keras keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan KPU RI menunda Pemilu 2024. Kendati begitu, Kopel menyebut pangkal masalah ini adalah KPU RI sendiri. 

Direktur Kopel Indonesia, Anwar Razak mengatakan, putusan penundaan pemilu yang berawal dari gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) itu muncul karena KPU tidak profesional selama melakukan proses verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Ketidakprofesionalan itu tampak dalam sidang dugaan kecurangan KPU di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

Baca Juga

"Kami yakin sekali kalau dari awal pemilu ini dilaksanakan secara profesional, berintegritas, kredibel, terbuka, ... maka menurut saya persoalan putusan PN Jakpus tentu tidak akan muncul. Kalaupun muncul, paling tidak efeknya tidak akan sampai keluar putusan penundaan pemilu," kata Anwar saat konferensi pers bersama menyikapi putusan PN Jakpus lewat kanal YouTube ICW, Ahad (5/3/2023). 

"Ini (putusan PN Jakpus) menurut saya sangat berkaitan dengan profesionalitas, kredibilitas dan rendahnya integritas penyelenggara pemilu (KPU)," imbuhnya. 

Sebagai catatan, KPU tidak meloloskan Prima sebagai peserta Pemilu 2024 karena tidak memenuhi syarat administrasi. Namun, pihak Prima meyakini sudah memenuhi syarat dan menuding KPU sengaja membuat mereka tidak lolos.

Merasa diperlukan tidak adi oleh KPU, Prima mengajukan gugatan ke Bawaslu RI hingga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 2022 lalu. Namun, semua gugatan itu belum membuahkan hasil. Akhirnya Prima melayangkan gugatan perdata ke PN Jakpus. 

Pada Kamis (2/3/2023), PN Jakpus membacakan putusan atas perkara tersebut. Majelis hakim menyatakan KPU RI melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis menghukum KPU RI untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari sejak putusan dibacakan. Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Januari 2024 ditunda menjadi Juli 2025. 

Merespons putusan kontroversial itu, KPU RI menyatakan akan mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Terkait perintah mengulang atau menunda pemilu, KPU RI tidak mau menjalankannya. 

KPU RI tegas menyatakan akan tetap melaksanakan tahapan Pemilu 2024 dengan menggunakan landasan hukum Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024. Sebab, beleid tersebut tidak dibatalkan dalam putusan PN Jakpus. 

"Dasar hukum tentang tahapan dan jadwal Pemilu 2024 masih sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Ini sebagai dasar bagi KPU melanjutkan penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024," ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari saat konferensi pers, Kamis (2/3/2023) malam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement