Sabtu 04 Mar 2023 22:38 WIB

Putuskan Tunda Pemilu, Pengamat: Hakim PN Jakpus Terlalu Berani

Penundaan Pemilu 2024 merupakan tindak keliru karena melawan undang-undang.

Ilustrasi Pemilu. Pengamat politik sekaligus pendiri lembaga survei Kedai Kopi Hendri Satrio menyatakan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu 2024 bersikap terlalu berani dan menempatkan pemerintah sebagai tertuduh.
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi Pemilu. Pengamat politik sekaligus pendiri lembaga survei Kedai Kopi Hendri Satrio menyatakan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu 2024 bersikap terlalu berani dan menempatkan pemerintah sebagai tertuduh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik sekaligus pendiri lembaga survei Kedai Kopi Hendri Satrio menyatakan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu 2024 bersikap terlalu berani dan menempatkan pemerintah sebagai tertuduh.

"Kalau lihat hakimnya, hakimnya pemberani sekali karena akhirnya menempatkan pemerintah sebagai tertuduh atas keputusan PN Jakarta Pusat," kata Hendri Satrio dalam diskusi "Jalan Terjal Pemilu 2024" di Jakarta, Sabtu (4/3/2023).

Baca Juga

Namun demikian, Hendri mengapresiasi sikap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang langsung memberikan reaksi terhadap putusan PN Jakarta Pusat tersebut. "Kalau banyak yang memuji Prof. Mahfud, saya juga memujinya karena langsung bereaksi dan memberikan pernyataan ini tuh tidak tepat, tidak benar," ujar Hendri.

Penundaan Pemilu 2024, menurut Hendri, merupakan tindak yang tidak benar karena melawan undang-undang (UU).

Selain itu, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyatakan putusan PN Jakarta Pusat yang meminta Pemilu 2024 ditunda merupakan putusan aneh sekaligus mengejutkan. "Tentu putusan ini mengejutkan karena sebenarnya banyak aturan yang dilanggar, salah satunya yang paling penting dilanggar oleh PN Jakpus itu adalah Pasal 10, Pasal 11 dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019," ujar Feri.

Keputusan paling dahsyat ialah putusan majelis hakim tersebut juga melanggar UUD Negara RI Tahun 1945 yang telah menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement