REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Bambang Noroyono, Rizky Suryarandika, Febryan A
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Salah satu putusan PN Jakpus menghukum dan memerintahkan KPU menunda pemilu sampai 2025.
Ketua Umum Partai Prima, Agus Jabo Priyono menerangkan, berdasarkan hitungan mereka, tahapan pemilu harus diulang dengan jarak dua tahun empat bulan. Angka itu disebutnya sudah dihitung sejak peraturan (PKPU) dibuat dari pendaftaran maupun verifikasi.
"Kita menghitung prosesnya sekitar dua tahun empat bulan," kata Agus, Jumat (3/3/2023).
Padahal, undang-undang yang mengatur tahapan pemilu sendiri baru ada 20 bulan sebelum pemungutan, 14 Juni 2022. Artinya, tidak sampai dua tahun ke pemungutan suara Februari 2024. Namun, Agus menekankan, akumulasi mereka tetap dua tahun.
"Kan sebelum itu ada pembuatan peraturan-peraturan, penyusunan anggaran segala macam, itu yang semuanya kita hitung secara komprehensif," ujar Agus.
Terkait itu, Agus menegaskan, mereka tidak memikirkan soal penundaan pemilu ketika menggugat KPU ke Bawaslu, PTUN maupun PN Jakpus. Ia berpendapat, apa yang selama ini dilakukan Partai Prima murni untuk memulihkan kembali hak politik.
Sebab, KPU pada 14 Desember sudah mengumumkan Partai Prima tidak ikut sebagai peserta pemilu 2024. Karenanya, dilakukan upaya-upaya hukum agar Prima bisa ikut mulai dari Bawaslu, PTUN sampai ke PN Jakpus agar mengulang proses dan tahapan.
"Bukan penundaan, tapi penghentian proses. Dihitung dari awal begitu. Kalau mau penundaan, frame-nya politik, kita tidak masuk ke sana. Kita hanya meminta agar politik kita dikembalikan dan supaya kembali proses harus dimulai dari awal," kata Agus.
Sekjen Partai Prima, Dominggus Oktavianus menuturkan, waktu dua tahun (sampai 2025) itu mereka dapat dengan menghitung mulai dari PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan Pemilu. Termasuk pembuatan peraturan, verifikasi dan lain-lain.
Ia menekankan, petitum tentang Prima menjadi peserta pemilu sudah selesai di Bawaslu, di PTUN, dan PN tidak ada kewenangan memutus Prima jadi peserta pemilu. Dominggus merasa, satu-satunya celah agar Prima ikut dengan mengulang proses.
"Karena, kalau kita menuntut menyampaikan petitum agar Partai Prima jadi peserta pemilu, pasti akan ditolak. Karena, bukan kewenangan Pengadilan Negeri. Itu cara kita untuk masuk," ujar Dominggus.
Walaupun terdengar baru, Partai Prima sebenarnya diisi wajah-wajah lama di perpolitikan nasional. Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Prima berlokasi di Jalan Bacang Nomor C310, RT 7/RW 6, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.
Ketua Umum Prima, Agus Jabo Priyono dan Sekretaris Jenderal Prima, Dominggus Oktavianus merupakan aktivis 98 yang menentang Orde Baru. Pada era itu, Agus merupakan Ketum Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang mengikuti Pemilu 1999.
Pada jumpa pers menanggapi putusan PN Jakpus, Jumat (3/3/2023), di DPP Partai Prima banyak terlihat aktivis, mahasiswa dan eks kader-kader PRD. Selain itu, ada pula wajah eks Sekretaris Utama BNPT, Jenderal (Purn) Gautama Wiranegara, di meja.
Gautama menempati posisi cukup penting yaitu Ketua Majelis Pertimbangan Partai Prima. Ditemui usai jumpa pers, Gautama mengaku sudah ada di Prima sejak awal deklarasi, mengikuti proses membangun sampai menggugat KPU untuk Pemilu 2024.
"Saya punya chemistry luar biasa dengan Prima, Prima kan inisiasi dari PRD dan saya bagian dari PRD sudah sejak aktif dulu," kata Gautama, Jumat (3/3/2023).
Sejak 2004, ia melihat, apa yang diperjuangkan Prima luar biasa. Sebab, Gautama menuturkan, Prima kerap mengadvokasi rakyat tertindas dan ia turut jadi bagian dari itu. Sampai saat ini, ia menekankan, Prima terus memperjuangkan hak rakyat.
"Walaupun belum pemilu tapi kita sudah berbuat, luar biasa, sehingga saya minta saya bagian dari situ," ujar Gautama.
Sejak pensiun 2018, Gautama kerap memberi pendidikan politik Pancasila ke anak-anak mahasiswa Papua bersama kader-kader PRD. Bahkan, ia mengaku sudah sampaikan ke Panglima TNI jika TNI butuh bantuan selesaikan kasus penyanderaan di Papua.
Vonis PN Jakpus ttg penundaan pemilu ke thn 2025 hrs dilawan, krn tak sesuai dgn kewenangannya. Ini di luar yurisdiksi, sama dgn Peradilan Militer memutus kasus perceraian. Hkm pemilu bkn hkm perdata. Vonis itu bertentangan dgn UUD 1945 dan UU bhw Pemilu dilakukan setiap 5 thn.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) March 2, 2023