Kamis 02 Mar 2023 20:08 WIB

Perludem: Putusan PN Jakpus Aneh, Janggal, dan Mencurigakan

Putusan PN Jaksel dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini.
Foto: Republika/Mimi Kartika
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah melanggar konstitusi karena memutuskan menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Sebab, Pasal 22 E UUD 1945 mengatur bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. 

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini mengatakan, putusan pengadilan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. "PN yang memerintahkan penundaan pemilu sampai 2025 merupakan pelanggaran terbuka terhadap amanat konstitusi," kata Titi kepada wartawan, Kamis (2/3/2023). 

Baca Juga

Menurut Titi, putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024 selama dua tahun empat bulan itu aneh, janggal, dan mencurigakan. PN Jakpus tidak hanya membuat putusan yang bertentangan dengan konstitusi, tapi juga mengadili perkara yang bukan wewenangnya. 

Untuk diketahui, putusan PN Jakpus menunda pemilu itu berawal dari gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Prima melayangkan gugatan karena merasa dirugikan oleh KPU RI. Prima diketahui merupakan partai yang dinyatakan tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024 karena tidak memenuhi syarat administrasi. 

Titi mengatakan, dalam sistem penegakan hukum pemilu, tidak dikenal mekanisme perdata melalui Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan keberatan dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu. Saluran yang bisa tempuh partai politik hanya melalui pengajuan sengketa di Bawaslu dan upaya hukum terakhir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

Sistem penegakan hukum pemilu tersebut diatur secara eksplisit dalam Pasal 470 dan 471 UU Pemilu. "Jadi bukan kompetensi PN Jakpus untuk mengurusi masalah ini apalagi sampai memerintahkan penundaan Pemilu ke 2025," kata Dosen Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu. 

Sementara itu, Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, putusan PN Jakpus itu tidak bisa dijadikan landasan untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Sebab, putusan pengadilan negeri tidak boleh menabrak UUD 1945. 

Menurut Feri, PN Jakpus telah membuat putusan terkait persoalan yang bukan wewenangnya dan bukan pula yuridiksinya. Karena itu, putusan tersebut harus segara dibatalkan. "Putusan ini semestinya harus segera dibatalkan dan tidak bisa dianggap sebagai putusan peradilan karena bukan menjalankan yurisdiksinya," kata Feri. 

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (2/3/2023) membacakan putusan atas gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Majelis Hakim menghukum KPU menunda pelaksanaan Pemilu 2024. 

"Menghukum Tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut, dikutip Republika, Kamis. 

Merespons putusan tersebut, KPU RI menyatakan akan mengajukan banding. Pihak KPU RI juga menyatakan menolak keras putusan tersebut karena tidak ada istilah penundaan pemilu dalam UU Pemilu. Dalam beleid tersebut, hanya mengatur soal pemilu lanjutan dan pemilu susulan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement