REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA — Pemerintah Bulgaria resmi mengundurkan diri pada Kamis (11/12/2025) setelah kurang dari satu tahun memimpin, menyusul gelombang protes yang menuntut perbaikan ekonomi serta kegagalan upaya pemberantasan korupsi.
Dilansir Reuters, Perdana Menteri Rosen Zhelyazkov menyampaikan keputusan tersebut dalam pidato yang disiarkan televisi beberapa menit sebelum parlemen menjadwalkan pemungutan suara mosi tidak percaya terhadap pemerintahannya. Langkah ini diambil hanya hitungan pekan sebelum Bulgaria dijadwalkan bergabung dengan zona euro pada 1 Januari.
“Kami telah bermusyawarah, menelaah kondisi negara, tantangan di depan mata, dan keputusan yang harus kami ambil dengan penuh tanggung jawab,” ujar Zhelyazkov.
Ia menegaskan bahwa koalisinya sepakat untuk mengundurkan diri.
Gelombang Protes Anti-Korupsi
Sehari sebelumnya, ribuan warga turun ke jalan di Sofia serta puluhan kota lain. Aksi ini menyoroti kemarahan publik terhadap praktik korupsi yang mengakar dan kegagalan pemerintahan dalam menanganinya.
Zhelyazkov menyatakan bahwa protes tersebut bukan semata-mata persoalan ekonomi. “Ini adalah protes yang menolak arogansi dan kesombongan. Protes ini bukan sekadar soal kebijakan, tetapi tentang nilai-nilai,” ujarnya.
Para demonstran didominasi kalangan muda dan profesional perkotaan yang mendukung percepatan integrasi Bulgaria dengan Eropa. Negara itu masih menjadi anggota termiskin dan disebut-sebut paling korup di Uni Eropa sejak bergabung pada 2007.
Pekan lalu, pemerintah menarik kembali rancangan anggaran 2026, yang untuk pertama kalinya disusun berbasis mata uang euro. Penarikan ini dilakukan setelah muncul penolakan terhadap rencana kenaikan iuran jaminan sosial serta pajak dividen guna menutup peningkatan belanja negara. Namun pembatalan itu tidak meredakan kemarahan publik.
Dalam empat tahun terakhir, Bulgaria telah menggelar tujuh pemilu nasional, mencerminkan instabilitas politik yang berkepanjangan.