REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh senior Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menerima silaturahmi dari Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, di kediamannya. Dalam kunjungan itu, Din mengaku tidak ada tawaran untuk maju sebagai capres/cawapres.
Namun, Din justru mendorong Zulkifli Hasan yang sekaligus Menteri Perdagangan itu untuk maju dalam Pilpres 2024 mendatang. Baik sebagai calon presiden atau sebagai calon wakil presiden, apapun koalisi-koalisi yang mendukungnya nanti.
"Saya tadi mendorong Ketum DPP PAN layak untuk menjadi calon, kalau tidak capres, cawapres, kalau beliau bersedia dan dinyatakan entah koalisi mana, insya Allah saya akan mendukung beliau," kata Din di Pondok Labu, Kamis (23/2/2023).
Din sebenarnya sudah ikut mendirikan partai baru bernama Partai Pelita. Walaupun tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024 nanti, ia menekankan, suara kader Partai Pelita nantinya bisa disalurkan ke calon-calon yang diusung PAN.
Terlebih, ia mengaku cukup memahami anatomi umat Islam, terutama warga-warga Muhammadiyah, baik pemilih muda maupun pemilih senior. Din berpendapat, PAN tampaknya dapat menarik suara-suara dari pemilih muda, khususnya milenial.
"Jadi, mungkin bebas nanti, terutama yang sevisi, sama-sama berjuang untuk bangsa dan negara," ujar mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Terkait suara kader-kader Partai Pelita, Din menerangkan, mereka akan melakukan review terhadap calon-calon yang maju dalam Pilpres 2024. Bahkan, dalam waktu dekat akan ada pula pertemuan-pertemuan besar yang dilakukan Partai Pelita.
"Seandainya ada reaksi pasar, khususnya dari milenial, nanti akan kita tentukan suara Partai Pelita akan disalurkan ke mana," kata Din.
Mantan Ketua Umum dan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itupun turut memberikan dukungan terhadap sistem proporsional terbuka. Ia merasa, sistem proporsional tertutup tidak mengakomodir nilai-nilai demokrasi.
Bahkan, ia mengaku lebih mengusulkan sistem pemilu distrik untuk diterapkan di Indonesia. Tapi, saat ini, Din menyatakan, sistem yang lebih tepat diterapkan tetap proporsional terbuka dan mendukung PAN beserta tujuh partai lain di DPR. "Kalau proporsional tertutup mengurangi nilai-nilai demokrasi, sementara saya mendukung PAN dan tujuh partai lain mempertahankan sistem proporsional terbuka," ujar Din.