REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi A DPRD DKI Jakarta meminta BPBD DKI Jakarta untuk mengantisipasi bencana alam dengan peralatan yang didukung teknologi canggih. Terutama bencana gempa dengan potensi yang ada di selatan Jakarta, yakni lempeng bumi yang bergerak atau disebut sesar baribis.
"Upaya antisipasi adanya gempa akibat adanya lempeng bumi itu sudah jadi aspirasi masyarakat waktu pembahasan anggaran tahun 2023. Kami minta diantisipasi dengan memperkuat early warning system," kata Ketua Komisi A DPRD DKI, Mujiyono di Jakarta, Jumat (17/2/2023).
Menurut Mujiyono, BPBD bersama dengan dinas terkait perlu melakukan pengkajian mengenai dampak buruk pasca terjadinya bencana. Dari pengkajian tersebut, nantinya ada arah mengenai peralatan yang dibutuhkan dalam upaya mitigasi sekaligus penanganan.
"Kalau enggak ada persiapan kan itu sangat disayangkan, bukan hanya BPBD, tetapi juga institusi lain termasuk Dinas Sosial untuk urusan logistiknya," tutur Ketua DPD Partai Demokrat DKI itu.
Kepala BPBD DKI, Isnawa Adji menyebut, sepanjang tahun 2022, Jakarta mengalami efek guncangan gempa bumi sekitar 20-27 kali yang titik koordinatnya berada di luar Ibu Kota, termasuk gempa Cianjur pada November 2022. Potensi gempa Jakarta cukup mungkin terjadi akibat adanya Sesar Baribis.
Mengutip data BNPB, Isnawa menyebut, pada saat gempa Cianjur selama tujuh detik, bencana alam tersebut menyebabkan kerugian senilai Rp 7 triliun. Dia tidak membayangkan jika gempa yang terjadi semacam gempa di Turki pada pada 6 Februari 2023, yang menewaskan hingga puluhan ribuan nyawa menimpa Jakarta.
"Kita antisipasi Sesar Baribis di Jakarta Selatan (Jaksel). Untung saat gempa Cianjur (5,6 Magnitudo) tidak ikut mengaktifkan sesar itu. Kalau ikut bergerak saya enggak kebayang kalau seandainya Depok, Pasar Minggu, Lenteng Agung terkena dampak itu," kata Isnawa kepada Republika.co.id.
Mantan Plt Wali Kota Jaksel itu menuturkan, Jakarta merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Tercatat ada sekitar 2.000 bangunan bertingkat di Ibu Kota. Namun yang dikhawatirkan adalah bangunan di bawah empat lantai karena tidak kuat dengan konstruksi yang tidak memadai.
Isnawa mengakui, perlunya kesiapan peralatan yang canggih untuk mitigasi bencana gempa ataupun bencana alam lainnya untuk mengantisipasi dampaknya, terutama korban jiwa. Dia pun mengusulkan untuk penyediaan beragam peralatan. Misalnya, alat deteksi panas tubuh manusia.
"Belajar dari gempa Turki, jadi tidak harus meraba-raba, tinggal pakai detector. Atau menggunakan searching camera, bisa dimasukkan ke dalam (reruntuhan) untuk bisa melihat organ tubuh, mungkin alatnya kayak selang. Atau mungkin juga breaker buat menjebol beton, enggak mungkin pakai linggis. Saya rasa kita harus punya karena Indonesia ring of fire, jangan setelah kejadian baru beli," jelas Isnawa.