Kamis 16 Feb 2023 16:28 WIB

Bawaslu Sebut Pemutakhiran Data Pemilih Pemilu 2024 Rawan Kesalahan

KPU dinilai menghalangi Bawaslu mendapatkan data calon pemilih.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (tengah) didampingi anggota Bawaslu Lolly Suhenty (kanan) dan Herwyn Malonda (kiri) menyampaikan paparan kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (5/1/2023). Rahmat beserta jajarannya menyampaikan catatan kinerja pengawasan Pemilu Tahun 2022 dan proyeksi kerja Bawaslu pada tahun 2023.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (tengah) didampingi anggota Bawaslu Lolly Suhenty (kanan) dan Herwyn Malonda (kiri) menyampaikan paparan kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (5/1/2023). Rahmat beserta jajarannya menyampaikan catatan kinerja pengawasan Pemilu Tahun 2022 dan proyeksi kerja Bawaslu pada tahun 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut tahapan pemutakhiran data pemilih yang sedang dilakukan KPU rawan atau berpotensi terjadi kesalahan. Bawaslu khawatir hal ini berpotensi membuat data pemilih tidak akurat dan terancam hilangnya hak pilih warga negara.

"Kerawanan tahapan pemutakhiran data pemilih itu banyak loh. Banyak sekali," kata Komisioner Bawaslu Lolly Suhenty kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/2/2023).

Baca Juga

KPU melaksanakan pemutakhiran data pemilih atau pencocokan dan penelitian (coklit) terhadap daftar calon pemilih Pemilu 2024 sejak 12 Februari 2023 hingga 14 Maret 2023. Coklit dilakukan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) dengan cara mendatangi kediaman warga satu per satu.

Lolly menjelaskan, salah satu bentuk kerawanan adalah potensi warga yang sudah meninggal dunia terdata sebagai pemilih. Pasalnya, seseorang yang sudah meninggal tapi tidak ada surat keterangan kematian, maka tidak bisa dicoret dari daftar calon pemilih. Pada Pemilu 2019, orang yang sudah meninggal bisa langsung dicoret tanpa perlu surat.

Kerawanan lainnya adalah ketika orang yang hendak di-coklit oleh Pantarlih ternyata sedang tidak berada di rumahnya. Selain itu, warga yang tinggal di kawasan perbatasan daerah, atau di daerah pemekaran juga rawan tidak terdata.

Semua kerawanan itu, lanjut Lolly, diperparah dengan kenyataan bahwa panitia pengawas pemilu (Panwaslu) tidak bisa melakukan pengawasan secara optimal. Sebab, KPU tidak memberikan Bawaslu akses terhadap data calon pemilih.

"Ini menjadi kerawanan tersendiri," ujar Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI itu.

Kendati begitu, Lolly menyatakan pihaknya akan tetap berupaya mengawasi proses pemutakhiran data pemilih secara optimal. Salah satunya dengan melakukan pengawasan secara melekat. Panwaslu bakal mengikuti langsung petugas Pantarlih yang sedang melakukan coklit, untuk memastikan prosesnya dilakukan sesuai prosedur.

Masalahnya lagi, jumlah panwaslu tak sebanding dengan jumlah Pantarlih. Pantarlih jumlahnya satu orang per TPS. Sedangkan panwaslu saat ini baru ada sampai tingkat kelurahan/desa. Karena itu, lanjut Lolly, pihaknya juga akan melakukan 'uji petik', terutama di daerah-daerah rawan.

Uji petik dilakukan dengan mengerahkan panwaslu kelurahan/desa (PKD) untuk mendatangi kediaman warga yang sebelumnya sudah di-coklit oleh Pantarlih. Pengecekan tidak dilakukan terhadap semua kediaman warga, tapi hanya yang terpilih sebagai sampel. "Misalnya 1 PKD harus bisa mengakses 10 KK dalam satu hari untuk memastikan," ujar Lolly.

Masih soal pemutakhiran data pemilih, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja pada Selasa (14/2/2023) malam mengancam bakal melaporkan KPU RI kepada Presiden Jokowi. Sebab, KPU RI dinilai telah menghalang-halangi Bawaslu untuk mendapatkan data calon pemilih sehingga kesulitan melakukan pengawasan.

Bagja mengatakan, rencana pelaporan itu mengacu pada pernyataan Presiden Jokowi ketika menghadiri Rakornas Bawaslu pada akhir 2022 lalu. Ketika itu, Presiden menyatakan, apabila ada lembaga negara yang menghalangi Bawaslu mendapatkan data pemilih, maka silakan laporkan kepada orang nomor satu di RI itu.

"Kami akan laporkan. Pak Presiden sudah tegas ngomong seperti itu. Dan sekarang, kami akan melakukan itu (laporkan)," kata Bagja.

Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos merespons santai rencana Bawaslu melaporkan lembaganya ke Presiden Jokowi. Sebab, dia meyakini KPU RI selama ini sudah bekerja sesuai ketentuan undang-undang.

Betty menjelaskan, KPU saat ini memang memiliki data Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kemendagri dengan jumlah 204.656.053 identitas warga. Hanya saja, Kemendagri melarang KPU membagikan data tersebut kepada lembaga lain. Larangan itu mengacu pada UU Perlindungan Data Pribadi dan kebijakan Mendagri.

Data DP4 itu, lanjut dia, baru boleh dibagikan ke lembaga lain seperti Bawaslu apabila sudah berubah menjadi data Daftar Pemilih. Perubahan DP4 menjadi Daftar Pemilih terjadi apabila sudah dilakukan proses coklit.

"KPU baru bisa membagikan data tersebut kalau sudah menjadi data pemilih. Kalau sekarang data DP4 belum boleh dibagikan karena masih dalam proses coklit," kata Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI itu, Rabu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement