Kamis 16 Feb 2023 08:43 WIB

Mahfud: Akademisi Minta Pemerintah Tolak Revisi UU MK

Mahfud sebut perdebatan di internal pemerintah terkait usul perubahan itu cukup seru.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Menko Polhukam Mahfud MD.
Foto: Republika/Prayogi.
Menko Polhukam Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjelaskan, pemerintah tak memiliki agenda untuk merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun undang-undang tersebut sudah direvisi sebanyak tiga kali dan terakhir disahkan pada September 2020.

"Cukup seru perdebatannya di internal pemerintah untuk menyikapi usul dari DPR ini. Diskusi yang kami undang para akademisi secara terpisah dengan para praktisi, pada umumnya meminta agar pemerintah menolak usul ini," ujar Mahfud dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (15/2).

Baca Juga

Namun, DPR memiliki hak dan kewenangan konstitusional untuk mengajukan revisi UU MK. Meskipun, lembaga legislatif tersebut baru mengesahkan revisi yang sama menjadi undang-undang pada dua tahun lalu.

"Ini sudah sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Maka pemerintah akan menggunakan kesempatan ini untuk menawarkan alternatif melalui daftar inventarisasi masalah yang menurut pemerintah merupakan upaya perbaikan dari keadaan yang sekarang," ujar Mahfud.

"Artinya, pemerintah menyetujui usul ini untuk dibahas," katanya.

Mewakili pemerintah, menurut dia, MK adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang dijamin kemerdekaannya oleh Pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Prinsip kekuasan kehakiman yang merdeka mengandung makna bahwa kekuasaan kehakiman harus bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya, untuk menyelenggarakan peradilan guna penegakan hukum dan keadilan.

Dengan demikian, lembaga peradilan menghasilkan keputusan yang objektif dan tidak memihak. Oleh karena itu, harus ada pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan kekuasaan kehakiman di Indonesia.

"Khususnya dalam konteks MK sebagai the soul interpreter and the guardian of the constitution mutlak diperlukan. Agar peran MK sebagai penafsir tunggal dan penjaga konstitusi dapat lebih optimal sesuai dengan harapan para pencari keadilan," ujar Mahfud.

Di negara hukum modern, terdapat dua prinsip dan menjadi prasyarat utama dalam sistem peradilannya. Keduanya adalah the principle of judicial independence dan the principle of judicial impartiality.

"Parameter kemandirian dari lembaga kekuasaan kehakiman dilihat dari lembaganya sendiri, proses peradilannya, serta hakimnya. Independensi lembaga peradilan mutlak diperlukan sebagai prasyarat untuk menegakkan rule of law dan peradilan yang bebas dan tidak memihak," ujar Mahfud.

Komisi III DPR mengusulkan revisi UU MK, yang sudah dilakukan perubahan sebanyak tiga kali. Revisi terakhir terjadi pada 2020 dan sudah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pada Selasa (1/9/2020).

Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mewakili komisi hukum tersebut menjelaskan, ada empat materi yang akan diubah pihaknya dalam pengusulan revisi UU MK. Pertama adalah persyaratan batas usia minimal hakim konstitusi.

"(Dua) evaluasi hakim konstitusi. Tiga, unsur keanggotaan majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi. Empat, penghapusan ketentuan peralihan mengenai masa jabatan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi," ujar Habiburokhman.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement