Rabu 15 Feb 2023 05:01 WIB

Hakim Agung Nonaktif Sudradjad Dimyati Mulai Jalani Sidang Hari Ini

Sudrajad Dimyati akan mulai diadili di PN Bandung, Jawa Barat.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (kiri). Sudrajad akan menjalani sidang perdana di PN Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/2/2023).
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (kiri). Sudrajad akan menjalani sidang perdana di PN Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Agung nonaktif, Sudrajad Dimyati akan menjalani sidang perdana kasus dugaan suap penanangan perkara di Mahkamah Agung (MA), pada Rabu (15/2/2023) ini. Sidang bakal digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat.

"Benar, berdasarkan penetapan Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, besok dijadwalkan persidangan perdana terdakwa Sudrajad Dimyati dkk," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Baca Juga

Ali mengungkapkan, agenda persidangan tersebut, yakni pembacaan surat dakwaan oleh Tim Jaksa KPK. Ia menyebut, pihaknya pun telah siap mengikuti sidang itu.

"Tim jaksa sudah siap dengan surat dakwaannya dan rencana persidangan dilakukan secara hybrid," ujar Ali.

Sidang tersebut dilakukan secara terbuka. Ali pun mengajak seluruh masyarakat untuk turut mengawasi jalannya persidangan.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Enam diantaranya merupakan pejabat dan staf di MA. Mereka adalah Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yudisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, empat tersangka lainnya, yakni dua pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta dua pihak swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dalam kasus ini, Sudrajad diduga menerima sejumlah uang suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Gugatan ini diajukan oleh dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), yaitu Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Ketua KPK, Firli Bahuri mengungkapkan, kasus dugaan suap ini berawal saat HT dan IDKS belum puas dengan keputusan persidangan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Keduanya pun melanjutkan upaya hukum berikutnya dengan mengajukan kasasi pada Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2022. Pengajuan itu dilakukan melalui YP dan ES yang masih dipercaya sebagai kuasa hukum HT dan IDKS.

Dalam pengurusan kasasi ini, diduga YP dan ES melakukan pertemuan dan komunikasi bersama beberapa pegawai di Kepaniteraan Mahkamah Agung yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES. Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu Desy Yustria (DY). Kesepakatan itu ditandai dengan adanya pemberian sejumlah uang.

Selanjutnya, DY turut mengajak dua rekannya di MA, yakni Muhajir Habibie (MH) dan Elly Tri Pangestu (ETP) untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim. "DY dan kawan-kawan diduga sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di Mahkamah Agung untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di Mahkamah Agung," ungkap Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022).

Terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES kepada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS. Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau setara Rp 2,2 miliar.

Uang miliaran rupiah itu kemudian DY bagikan ke beberapa pihak. DY menerima Rp 250 juta, MH menerima sekitar Rp 850 juta, serta ETP menerima Rp 100 juta. Sedangkan SD menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui ETP.

 

photo
Hakim dan Pejabat Pengadilan terjerat KPK sejak 2015 - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement