Ahad 12 Feb 2023 17:21 WIB

ICW: Sumber Masalah Utama IPK Turun Ada di KPK

Kinerja KPK dinilai tak maksimal dalam sejumlah kasus besar korupsi di Indonesia.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memberikan keterangan usai menyerahkan surat yang ditujukan untuk Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (27/2).
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memberikan keterangan usai menyerahkan surat yang ditujukan untuk Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku tak heran dengan anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 di skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. ICW menuding penyebab turunnya IPK adalah kinerja KPK saat ini.

Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi yang digelar oleh Total Politik di Jakarta Selatan pada Ahad (12/2/2023). Nilai IPK dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII).

Baca Juga

"Sumber permasalahan utama ada di KPK, kita belum pernah lihat pimpinan KPK ada lima orang pelanggaran etiknya ada tiga, satu Bu Lili sudah keluar," kata Kurnia dalam kegiatan tersebut, Ahad (12/2/2023).

Kurnia menegaskan permasalahan di internal KPK malah tak cepat disikapi oleh Presiden Jokowi. Kondisi tersebut, menurut dia, memerparah situasi pemberantasan korupsi. "Ini jadi masalah yang nggak disadari Pak Jokowi, nggak ada realisasi konkret," lanjut Kurnia.

Kurnia menyatakan, kinerja KPK tak maksimal dalam sejumlah kasus besar korupsi seperti Bansos dan ekspor benih lobster. Menurut dia, KPK gagal mendalami kasus tersebut hingga ke akar-akarnya.

"Kualitas penanganan perkara buruk, bagus di konpers saja. Sebenarnya masih ada yang lain yang bisa diusut," ujar Kurnia.

Oleh karena itu, Kurnia tak terkejut ketika nilai IPK Indonesia kian merosot. Hal itu menurutnya dapat disimak dari politik hukum yang dijalankan Pemerintah selama ini. "IPK anjlok bukan kabar mengejutkan, sudah diprediksi sejak awal ketika arah politik hukum pemberantasan korupsi makin melenceng," ujar Kurnia.

Kurnia juga menuding Presiden Jokowi tak memahami situasi terkini pemberantasan korupsi. Bahkan ia menduga ada kepanikan di lingkaran Presiden Jokowi ketika skor IPK merosot. Presiden Jokowi memang sempat mengumpulkan Menko Polhukam Mahfud MD, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Ketua KPK Firli Bahuri usai skor IPK keluar.

"Pak Jokowi bilang pemerintah tidak pernah lelah pemberantasan korupsi, Pak Jokowi nggak punya pengetahuan yang cocok soal kondisi riil pemberantasan korupsi. Ada nuansa kepanikan di Istana ketika IPK keluar," ujar Kurnia.

Diketahui, penurunan IPK Indonesia pada 2022 ini menjadi titik terendah sejak 2015. Perolehan ini juga membuat posisi Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei atau melorot 14 tangga dari tahun 2021 yang mencapai pemeringkat 96.

TII merilis IPK Indonesia 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori. Adapun skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

Lewat hasil itu, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak dua poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Di Asia Tenggara, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup (skor 83), diikuti Malaysia (47), Timor Leste (42), Vietnam (42), Thailand (36), Indonesia (34), Filipina (33), Laos (31), Kamboja (24), dan Myanmar (23).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement