REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan BPOM menyoal peredaran obat sirop Praxion. Hal itu, menyusul dua kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang baru di Jakarta.
“Hasil koordinasi Kemenkes dengan BPOM industri sudah melakukan voluntary recall terhadap produknya,” kata Siti Nadia ketika dikonfirmasi, Selasa (7/2/2023).
Ditanya pedagang obat yang kebingungan menyoal penarikan produk tersebut, dia tak memerinci lebih jauh. Namun demikian, pihak dia menyarankan agar masyarakat bisa berkonsultasi pada tenaga kesehatan jika membutuhkan obat.
“Jangan beli obat sendiri dulu,” lanjut dia.
Menurutnya, para tenaga kesehatan sejauh ini masih menyarankan obat puyer. Terutama, setelah ada berbagai obat yang tidak digunakan dan ditarik oleh BPOM.
“Mana yang aman mana yang tidak mungkin bisa merujuk ke BPOM ya, atau ditanyakan (ke nakes) ya,” katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, M Syahril, mengkonfirmasi adanya penambahan dua kasus baru Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Penambahan itu, terjadi setelah tidak adanya kasus baru sejak awal Desember tahun lalu.
“Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek," ujar Syahril.
Menurutnya, dua kasus itu dilaporkan oleh Dinas Kesehatah DKI Jakarta. Berdasarkan pemaparan, satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun, mengalami demam pada 25 Januari 2023, dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria). Kemudian, pasien dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan, dan pada 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Karena ada gejala GGAPA, maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM. Aral melintang, pihak keluarga disebut menolak dan pulang paksa.
Pada 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil. Pada 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia.
Sementara satu kasus lainnya masih merupakan suspek, anak berusia 7 tahun, mengalami demam pada 26 Januari, kemudian mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri. Pada 30 Januari mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas.
Pada 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Pada 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk, dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta. Pada saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini.