Jumat 03 Feb 2023 13:53 WIB

Menengok Sepintas Kemiskinan Ekstrem di Jakarta

Surya dan Khotimah terpaksa tinggal di gubuk bantaran Kali Ciliwung.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Bilal Ramadhan
Anak-anak beraktivitas di bantaran sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta. Upaya minim DKI dalam penanganan kemiskinan ekstrem itu, dikritik oleh pengamat sosial, Budi Radjab. Menurutnya, secara umum kemiskinan ekstrem memang dampak dari perekonomian nasional yang menurun. Namun demikian, penanganan dari kenaikan miskin ekstrem di Jakarta sekitar 0,29 persen dia sebut tidak wajar.  “Sebagai ibukota memang tidak wajar. Pemerintah harus membantu penanganannya, membantu masyarakat untuk bangkit dan mengurangi kemiskinan ekstrem,” kata Budi.  Dirinya mendesak, pemerintah perlu membenahi kemiskinan ekstrem di Jakarta lebih baik. Caranya, dengan mengalokasikan cukup anggaran dari postur APBD atau dana kedinasan dengan berbagai program demi pengentasan kemiskinan ekstrem.  Lebih jauh, Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria, mengaku belum mendapatkan informasi mengenai kemiskinan ekstrem tersebut. Ditanya apakah akan ada rapat komisi dengan Pemprov DKI atau melalui Dinas Sosial DKI, dia tak memerincinya.  Iman mengatakan, dengan adanya laporan dari BPS ini, pihaknya akan mempertanyakan langkah penanganan dan persiapan bantuan atau metode demi mengurangi kemiskinan ekstrem di Jakarta.  “Kita mau jadwalkan (rapat komisi dengan Pemprov DKI) nanti kita lihat langkah apa yang akan dilakukan oleh Dinas,” kata Iman.
Foto:

Sejak Rabu pagi hingga sore kemarin, hujan deras mengguyur Jakarta, memaksa saya ikut berteduh dan bercengkrama dengan suami istri di gubuk mereka. Khotimah bertutur, mereka memiliki satu anak lelaki, namun melarangnya datang ke gubuk.

“Di sini nggak cocok tempatnya. Takutnya nanti kecanduan yang kayak micin lagi (sabu-sabu),” kenang Khotimah saat keluarganya terlilit hutang rentenir karena narkoba.

Surya mengaku, sebelum ada Thamrin City, keluarganya memiliki rumah warisan di Kebon Melati, Tanah Abang. Aral melintang, terpaksa dijual saat ada proyek Thamrin City dan membuatnya pindah ke Bogor demi membangun rumah.

Selang beberapa waktu, karena permasalahan keluarga, memaksa kembali pindah ke Jakarta, Petamburan, dan menjual rumah yang ada.

Sore tiba, Khotimah bergegas pergi ke masjid untuk mengaji, sedang Surya, bersiap memulung barang bekas di sekitaran Jakarta Pusat hingga pagi keesokan harinya.

“Tiap hari kami begini. Nggak ada libur,” katanya sambil mendorong gerobak buatannya.

Surya dan Khotimah hanya beberapa dari banyaknya kemiskinan yang menimpa warga Ibu Kota. Berdasarkan data dari BPS Jakarta, di 2022, ada setidaknya 95.668 jiwa penduduk miskin ekstrem di Jakarta.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement