REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) mengingatkan para ASN agar jangan memihak kepada salah satu kontestan saat Pemilu 2024. Para ASN tidak perlu khawatir kariernya terganggu karena memihak salah satu kontestan.
Asisten Deputi Penguatan Budaya Kerja Sumber Daya Manusia Aparatur pada Kemenpan RB Damayani Tyastianti menjelang, sebenarnya terdapat dua faktor yang membuat ASN tidak netral saat gelaran pemilu. Pertama, karena mendapat tekanan dari dalam lingkup birokrasi itu sendiri. Para ASN diminta untuk mendukung kepala daerahnya yang bertarung lagi di pilkada.
Tekanan dari dalam ini, kata dia, membuat ASN tidak netral lantaran takut kariernya terganggu. Artinya, ketika kepala daerahnya terpilih kembali, maka ASN yang tidak memberikan dukungan bakal disingkirkan.
Penyebab kedua, karena ada tarikan atau iming-iming dari pihak luar. Misalnya ketika ASN punya kerabat yang maju sebagai calon kepala daerah, sehingga meminta si ASN untuk berpihak.
"Karena hubungannya dekat jadi diminta untuk membantu (dengan) imbalan tukar jasa," kata Damayani dalam sebuah diskusi daring, dikutip Rabu (1/2/2023).
Selain karena kekerabatan, lanjut dia, ada juga ASN yang berpihak kepada calon tertentu karena dijanjikan bakal diberikan jabatan ketika si calon menang. Ada pula ASN yang berpihak hanya karena merasa bangga punya kedekatan dengan calon kepala daerah.
Menurut Damayani, para ASN tidak perlu memihak untuk mendapatkan promosi jabatan. Para ASN tidak usah pula takut tidak bisa mendapat jabatan yang lebih tinggi ketika tidak memihak kepada calon kepala daerah. Sebab, promosi jabatan ditentukan oleh kinerja dan integritas.
"Jadi para ASN tidak usah takut kalau tidak memihak nanti khawatir kariernya terganggu. Kami terus membenahi aturan-aturan untuk mendukung profesionalitas ASN," ujarnya. Aturan yang dimaksud adalah ketentuan promosi jabatan dengan mengacu pada integritas, kompetensi, dan kinerja.
Terpisah, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) memprediksi jumlah ASN yang melanggar netralitas akan meningkat saat gelaran Pemilu 2024. Prediksi ini berkaca dari jumlah aduan pelanggaran pada Pilkada Serentak 2020 yang mencapai 2.034. Ketika itu, pilkada di 270 daerah.
Sedangkan dalam Pemilu 2024, lanjut dia, jumlah daerah yang menggelar Pilkada mencapai 548. Selain itu, digelar pula pemilihan legislatif dan pemilihan presiden secara bersamaan.
Karena jenis pemilihannya bertambah dan jumlah daerahnya juga bertambah, tentu potensi pelanggaran netralitas juga meningkat. "Diperkirakan potensi pelanggaran netralitas ASN akan lebih besar (pada Pemilu 2024)," kata Ketua KASN Agus Pramusinto, kemarin.