REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) mengkritik pedas wacana diizinkannya ASN menjadi panitia pemilu alias petugas badan ad hoc Pemilu 2024. PBHI memandang hal tersebut berpotensi disalahgunakan demi kemenangan paslon tertentu.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengungkapkan sejarah Indonesia mencatat pengerahan ASN (dulu PNS) dalam setiap pemilu pada saat Orde Baru. Bahkan ASN pernah menjadi motor sekaligus komponen suara utama ketika Presiden ke-2 RI Suharto berkuasa. Wacana ini menurutnya, rawan menimbulkan kecurangan pemilu.
"Ini bukan hanya soal konflik kepentingan, tapi juga termasuk rekayasa proses dan hasil pemilu," kata Julius kepada Republika, Kamis (12/1/2023).
PBHI menduga ada yang meresahkan dari wacana ASN menjadi panitia pemilu. Sebab beberapa waktu lalu Mendagri Tito Karnavian menunjuk Plt Kepala Daerah. PBHI khawatir kedua hal tersebut bisa disangkutpautkan.
"Kita lihat bahwa dua kondisi di atas adalah bukti adanya upaya cipta kondisi untuk Pemilu 2024 baik dalam tahap Plt maupun pengerahan ASN sebagai Panitia yang arahnya sama, pemenangan salah satu calon yang diusung penguasa saat ini," ujar Julius.
PBHI meminta agar wacana ASN menjadi panitia pemilu dicegah sedari dini. Ia khawatir wacana tersebut malah berdampak buruk terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Seharusnya dilarang, jika tidak ingin proses dan hasil pemilu direkayasa seperti 2019 dan mengakibatkan 500 petugas KPPS meninggal secara janggal," ucap Julius.
Sebelumnya, KPU RI dan Bawaslu mempersilahkan ASN menjadi petugas badan ad hoc Pemilu 2024 seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
ASN yang hendak menjadi panitia pemilu harus mendapatkan izin cuti dari atasannya. Selama cuti menjadi panitia pemilu, dia tidak menerima gaji dari negara.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) juga telah menegaskan bahwa ASN boleh menjadi panitia pemilu. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota memberikan izin kepada ASN Pemda untuk mendaftar sebagai petugas badan ad hoc pemilu.
Permintaan Kemendagri kepada kepala daerah itu termaktub dalam Surat Edaran Nomor 900.1.9/9095/SJ tentang Dukungan dan Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam Tahapan Penyelenggaraan Pemilu 2024. Surat edaran tersebut diteken pada Jumat (30/12/2022).
"Bukan Panitia Pemilu dalam hal ini KPU yang meminta, tapi justru Mendagri," singgung Julius.
Berbicara terpisah Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan netralitas ASN dalam pemilu adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Ini disampaikannya untuk memastikan netralitas ASN dalam pemilu.
“Saya kira netralitas sudah ada aturannya, ASN itu harus netral itu sudah jelas, tidak bisa ditawar lagi,” kata Ma’ruf usai memimpin rapat Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) di Istana Wapres, Jakarta Pusat, Kamis (12/01/2023).
Sesuai aturan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Ma’ruf pun merespons kebijakan pemerintah yang membolehkan ASN menjadi panitia penyelenggara Pemilu 2024. Dia menilai, hal itu bukan berarti ASN boleh tak netral dalam Pemilu.
Sebab, netralitas juga mengikat panitia penyelenggara Pemilu. Sehingga, seorang ASN yang menjadi panitia Pemilu akan tetap terjaga kewajiban netralitasnya.
“Sebagai penyelenggara (pemilu) kan memang harus netral. Jadi kalau (menjadi) penyelenggara itu tidak harus kemudian dia tidak netral, tetap netral, dan sifatnya juga ad hoc nanti selesai dia kembali menjadi ASN,” ujarnya.