Rabu 01 Feb 2023 15:24 WIB

Eks Pegawai KPK Khawatir Dampak Suramnya Skor IPK Indonesia

IM57+ Institute menilai Presiden mengeluarkan kebijakan yang memukul kinerja korupsi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Ilustrasi korupsi. Eks pegawai KPK IM57+ mengkhawatirkan IPK Indonesia yang menurun.
Foto: Freepik
Ilustrasi korupsi. Eks pegawai KPK IM57+ mengkhawatirkan IPK Indonesia yang menurun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM)57+ Institute mengkhawatirkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Menurut mereka skor yang baru saja diterbitkan Transparency International Indonesia (TII) itu menunjukkan semakin suramnya kinerja pemberantasan korupsi di Tanah Air.

IM57+ Institute menuding skor IPK Indonesia terpuruk karena Presiden Joko Widodo melakukan kerja pelemahan pemberantasan korupsi. Apalagi penurunan skor IPK ini diikuti pula dengan turunnya komponen PRS International Country Risk Guide, PERC Asia, dan sub-komponen lain secara signifikan.

Baca Juga

"Ini mencerminkan terpuruknya performa kinerja pemberantasan korupsi hampir di semua aspek, termasuk competitiveness yang selalu digadang-gadang dalam sektor investasi," kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dikutip Republika.co.id, Rabu (1/2/2023).

IM57+ Institute mengamati Presiden Jokowi terus mengeluarkan paket kebijakan yang memukul mundur kinerja pemberantasan korupsi. Diantaranya pemberlakuan revisi UU KPK, tidak terungkapnya pelaku intelektual penyerangan Novel Baswedan, serta pemberhentian pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Ini disusul semakin menurunnya kualitas kasus yang ditangani KPK adalah contoh nyata proses pelemahan tersebut. Diperburuk lagi, tontonan drama klasik dinasti politik semakin membabi buta telah bisa dilihat oleh publik secara kasat mata tanpa malu-malu lagi," ujar Praswad.

IM57+ Institute menyebut Presiden Jokowi tidak menepati janji kampanye untuk memperkuat KPK dalam pemberantasan korupsi. Hal ini berkontribusi secara signifikan dalam penurunan skor IPK terburuk pasca reformasi.

"Alih-alih memperkuat, pelemahan terhadap sendi-sendi anti korupsi terus dilakukan, termasuk malah mengurangi jumlah pegawai KPK melalui pemecatan. Hasilnya, saat ini janji penguatan hanya sekedar menjadi basa basi belaka," ujar Praswad.

IM57+ Institute juga menyatakan IPK Indonesia yang sangat parah membuktikan revisi UU KPK bukan dimaksudkan memperkuat KPK. Pascarevisi, IM57+ Institute mengamati kondisi pemberantasan korupsi tindak kunjung membaik.

"Apabila kondisi ini didiamkan maka akan berdampak signifikan pada sektor lainnya. Hal tersebut mengingat antikorupsi adalah enabling factor (faktor yang memungkinkan) bagi perlindungan HAM, sehatnya ekonomi, perlindungan lingkungan dan keberlanjutan," tegas Praswad.

Sebelumnya, IPK Indonesia pada 2022 merosot empat poin menjadi 34 dari tahun sebelumnya sebesar 38. Perolehan ini juga membuat posisi Tanah Air berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei atau melorot 14 tangga dari tahun 2021 yang mencapai ranking 96.

Adapun skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. TII merilis IPK Indonesia 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori.

Dengan hasil tersebut, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak dua poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Di Asia Tenggara, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup (skor 83), diikuti Malaysia (47), Timor Leste (42), Vietnam (42), Thailand (36), Indonesia (34), Filipina (33), Laos (31), Kamboja (24), dan Myanmar (23).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement