Rabu 01 Feb 2023 10:51 WIB

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot, KPK Soroti Sejumlah Hal

KPK menyoroti indikator yang menyebabkan indeks persepsi korupsi Indonesia merosot.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi korupsi. KPK menyoroti indikator yang menyebabkan indeks persepsi korupsi Indonesia merosot.
Foto: Freepik
Ilustrasi korupsi. KPK menyoroti indikator yang menyebabkan indeks persepsi korupsi Indonesia merosot.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skor Corruption Perception Indexs (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada Tahun 2022 mengalami penurunan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti indikator Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide yang skornya turun signifikan pada pengukuran IPK tersebut.

“Ini menunjukan para pelaku usaha menghadapi risiko politik dalam berusaha di Indonesia. Maka untuk menekan risiko itu, butuh terobosan dan keinginan untuk bergerak dan berubah bersama-sama secara masif dengan meninggalkan ego sektoral,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan Deputi dalam keterangan tertulis resminya di Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Pada level mikro, lanjut Pahala, butuh terobosan perbaikan pada sektor pengadaan barang/jasa dan perizinan. Data KPK menunjukkan modus korupsi pengadaan barang/jasa tercatat sudah menyentuh angka 277 dan perizinan diangka 25 perkara.

“Politisi, Kepala Lembaga, dan Kepala Daerah bisa menjadi pebisnis dan tidak ada aturan conflict of interest-nya. Sayangnya, tidak ada yang bergerak membuat perbaikannya,” ungkap dia.

 

Kemudian, pada sektor politik, KPK juga memberikan catatan mengenai tingginya keterlibatan politisi dalam tindak pidana korupsi. KPK mengidentifikasi salah satu permasalahannya adalah minimnya pendanaan parpol.

“KPK telah seringkali mendorong penambahan anggaran parpol agar lebih mandiri. Sehingga pemerintah bisa meminta pertanggungjawaban laporan keterbukaan dari setiap parpol,” ujarnya.

KPK pun mengharapkan harmonisasi berbagai kebijakan antar-kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang tumpang tindih. Agar pelaksanaan operasional di lapangan tidak lagi terhambat dan berpeluang menimbulkan potensi terjadinya korupsi.

Pahala mencontohkan, salah satunya dalam perbaikan tata kelola pelabuhan dan penerapan Online Single Submission (OSS). “Perbaikan-perbaikan ini akan memudahkan masyarakat untuk berusaha dan pada akhirnya akan menghidupkan iklim bisnis yang sehat,” jelas Pahala.

Selain itu, KPK juga menyampaikan pentingnya penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). KPK mencatat empat poin yang harus didorong perbaikannya, yaitu ketersediaan SDM, kewenangan, anggaran, dan kompetensi.

“Sekarang yang kita butuhkan adalah terobosan dan kerja bersama. KPK tidak bisa sendiri, perlu kerja extra ordinary dari seluruh pihak, hingga akhirnya kita bisa yakin CPI nantinya bisa kembali meningkat,” imbuhnya.

Menurut dia, turunnya skor CPI menjadi catatan bagi seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintahan, pelaku usaha, maupun masyarakat secara umum. Upaya perbaikan bersama yang kolaboratif dan akseleratif diharapkan bisa menjadi komitmen dan terobosan baru dalam pemberantasan korupsi ke depannya. Sehingga bisa mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dengan masyarakat yang berbudaya antikorupsi.

Sebelumnya diberitakan, Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia pada tahun 2022 merosot empat poin menjadi 34 dari tahun sebelumnya sebesar 38. Perolehan ini juga membuat posisi Tanah Air berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei atau melorot 14 tangga dari tahun 2021 yang mencapai ranking 96.

Adapun skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. Transparency International Indonesia (TII) merilis IPK Indonesia 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori.

"CPI (Corruption Perception Index) Indonesia pada 2022 berada pada skor 34 dari skala 100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 dan merupakan penurunan paling drastis sejak 1995," kata Deputi TII, Wawan Suyatmiko dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Dengan hasil tersebut, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak dua poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Di Asia Tenggara, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup (skor 83), diikuti Malaysia (47), Timor Leste (42), Vietnam (42), Thailand (36), Indonesia (34), Filipina (33), Laos (31), Kamboja (24), dan Myanmar (23).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement