Kamis 26 Jan 2023 20:12 WIB

Kecuali PDIP, Delapan Fraksi di DPR Berterima Kasih kepada Jokowi

Sikap Jokowi sejalan dengan delapan fraksi DPR soal sistem pemilu legislatif.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM (Bakumham) DPP Partai Golkar, Supriansa. Menurut Supriansa, delapan fraksi di DPR yang menolak perubahan sistem pemilu legislatif berterima kasih atas sikap Presiden Joko Widodo. (ilustrasi)
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM (Bakumham) DPP Partai Golkar, Supriansa. Menurut Supriansa, delapan fraksi di DPR yang menolak perubahan sistem pemilu legislatif berterima kasih atas sikap Presiden Joko Widodo. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu pendukung sistem proporsional terbuka, yang terdiri atas delapan fraksi DPR, berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau pemerintah yang menyatakan menolak pergantian sistem pemilihan legislatif (pileg) proporsional terbuka kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai Presiden sejalan dengan kemauan DPR.

"Kami dari DPR setelah mendengar keterangan yang disampaikan Pemerintah, kami sangat berterima kasih," kata Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Supriansa, usai sidang uji materi sistem proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Baca Juga

Supriansa merupakan anggota Tim Kuasa DPR yang membacakan keterangan resmi DPR dalam sidang uji materi tersebut. Ia membacakan bagian yang menyatakan dukungan terhadap sistem proporsional terbuka.

Sedangkan bagian yang menyatakan dukungan terhadap sistem proporsional tertutup dibacakan oleh anggota Tim Kuasa yang juga anggota Komisi III dari PDIP, Arteria Dahlan.

Sembilan fraksi di parlemen kini memang terpecah jadi dua kubu dalam menyikapi uji materi sistem pileg ini. Kubu pendukung sistem proporsional terbuka terdiri atas delapan fraksi, mulai dari Golkar, Nasdem, Demokrat, hingga PPP. Sedangkan kubu pendukung proporsional tertutup hanya PDIP sendiri.

Supriansa menilai, sikap DPR dan Pemerintah sejalan dalam terkait sistem pileg ini, yakni sama-sama ingin mempertahankan UU Pemilu untuk digunakan sebagai landasan pelaksanaan Pemilu 2024. Salah satu isi UU tersebut adalah pileg menggunakan sistem proporsional terbuka.

Lebih lanjut, dia mengklaim DPR dan Pemerintah juga sejalan dalam melihat upaya perbaikan sistem pemilu, yakni harus melibatkan rakyat banyak dalam prosesnya. Dia pun meminta masyarakat yang ingin memperbaiki sistem pemilu agar menyampaikan masukan kepada DPR karena pilihan sistem merupakan kebijakan terbuka atau open legal policy.

"Kapan saja rakyat bisa memberikan masukan kepada kami untuk membuat sistem pemilu yang lebih baik ke depannya menurut pendapat rakyat, kami terbuka untuk secara bersama sama utk memperbaikinya," kata Supriansa.

Adapun kubu pendukung sistem proporsional tertutup belum memberikan komentar terkait sikap Pemerintah ini. Tanggapan kubu proporsional tertutup ini tentu ditunggu-tunggu karena Presiden Jokowi ternyata berbeda pandangan dengan partainya sendiri, PDIP.

Dalam sidang MK hari ini, Presiden Jokowi menyampaikan keterangan resmi lewat kuasa hukumnya, Menkumham Yasonna Laoly dan Mendagri Tito Karnavian. Keterangan itu dibacakan oleh Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar.

Dalam bagian petitumnya, Presiden meminta MK memutuskan Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka, tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan masih punya kekuatan hukum mengikat. Artinya, Presiden meminta MK menolak permohonan penggugat agar sistem pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Dalam keterangannya, Presiden mengatakan proses penyelenggaraan Pemilu 2024 saat ini sedang berjalan. Jika MK memutuskan merubah sistem pileg dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup sekarang, maka berpotensi gejolak sosial politik.

Selain itu, Presiden menyatakan pilihan sistem yang akan digunakan adalah kebijakan terbuka atau open legal policy lembaga pembentuk undang-undang. Karena itu, Presiden beranggapan penggunaan sistem proporsional terbuka tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Kendati begitu, Presiden mengakui diperlukan perbaikan sistem pemilu ke depannya. Harus dicari sistem alternatif yang bisa menutupi kelemahan sistem proporsional terbuka maupun tertutup.

MK masih butuh keterangan tambahan sebelum memutuskan perkara ini. MK akan melanjutkan sidang pada 9 Februari 2023 mendatang dengan agenda mendengar keterangan tambahan dari Presiden, DPR, dan pihak terkait KPU.

Sebagai informasi, gugatan uji materi sistem proporsional terbuka ini dilayangkan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP. Para penggugat meminta MK memutuskan penerapan sistem proporsional terbuka inkonstitusional, dan memutuskan penggunaan kembali sistem proporsional tertutup.

photo
Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement